Alamak! Menteri Kelautan Tak Sengaja Keceplosan Polemik Gas 3 Kg Untuk Pengalihan Isu Pagar Laut

- Minggu, 09 Februari 2025 | 13:10 WIB
Alamak! Menteri Kelautan Tak Sengaja Keceplosan Polemik Gas 3 Kg Untuk Pengalihan Isu Pagar Laut




POLHUKAM.ID - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu memberikan pernyataan menarik terkait isu yang berkembang di masyarakat saat ini.


Terutama setelah pernyataan Menteri KKP saat ditanya wartawan terkait isu Pagar laut.


"Sekarang kan udah LPG, mosok ditanyain lagi? … hahaha," jawabnya sambil berlalu, sebagai mana video yang dibagikan ulang oleh Sa'id Didu di akun X pribadinya.


Said Didu menaruh curiga ada pengalihan isu dari kedua isu yang berkembang saat ini.


Berdasar video itu, Said Didu menduga kelangkaan gas dijadikan pengalihan isu terkait pembahasan Pagar Laut yang sebelumnya begitu disorot.


“Berarti betul bhw kelangkaan Gas utk pengalihan isu pagar laut ?” kata Said Didu mengomentari video tersebut.


Ia bahkan menyatakan ada kerjasama yang sangat baik dilakukan oleh dua Menteri Jokowi yaitu Trenggono dan Bahlil.


“Kerjasama baik Menteri Jokowi (Trenggono dan Bahlil),” sebutnya.


Lanjut, Said Didu menunggu gebrakan-gebrakan lainnya yang bakal dilakukan Menteri-Menteri di era mantan Presiden Jokowi.


“Menunggu Menteri Jokowi lainnya,” terangnya.


👇👇


[VIDEO]



Sekarang Kan Sudah Elpiji, Mosok Ditanyain Lagi? Satire Politik ala Negeri Maritim!




Ketika berita tentang skandal Pagar Laut semakin menguat, bak sandiwara dengan plot twist yang tak terduga, panggung politik negeri Konoha tiba-tiba diserbu oleh ledakan keruwetan kebijakan distribusi gas melon atau LPG 3Kg. 


Entah karena kebetulan atau memang takdir yang sedang bercanda, kasus kekisruhan distribusi elpiji 3Kg yang bersubsidi ini sontak mencuri banyak perhatian khalayak. 


Mendadak seolah-olah rakyat diminta untuk lebih sibuk mengurus tabung gas ketimbang terus-terusan penasaran dengan pertanyaan siapa sebenarnya dalang di balik pagar laut misterius serta sertifikat HGB laut yang diduga jatuh ke tangan oligarki.


Persis seperti yang pernah dikatakan George Orwell, “In a time of deceit, telling the truth is a revolutionary act (“Di masa penipuan, mengatakan kebenaran adalah sebuah tindakan revolusioner”) maka di negeri Konoha ini, kebenaran bukan hanya revolusioner– ia juga sering kali terbakar sebelum sempat dicetak dalam laporan resmi. 


Karena itulah, semestinya masyarakat juga tak perlu lagi kaget ketika mendadak Kantor Menteri ATR/BPN terbakar. 


Sungguh beruntung api hanya menjilat dokumen, bukan menyulut kesadaran publik tentang siapa pemilik sertifikat HGB di laut yang katanya suci seperti air untuk sesaji tersebut.


Kebetulan? Mungkin. Tapi mengingat kementerian ini punya peran penting dalam mengungkap misteri pagar laut yang bersertifikat, kita tak bisa menyalahkan publik jika mulai mencium aroma gosong, bukan dari api, tapi dari skenario besar yang sedang dimainkan.


Albert Einstein pernah berkata: “Kebetulan adalah cara Tuhan untuk tetap anonim.” Tapi dalam kasus ini, kebetulan terlalu banyak, terlalu terencana, dan terlalu sempurna untuk dianggap sebagai kecelakaan belaka. 


Kalau Tuhan memang sedang anonim, mungkin Dia juga sedang tertawa melihat bagaimana akal sehat kita diuji habis-habisan.


Yang juga menarik sebelum kasus kebakaran Kantor Menteri ATR/BPN ini adalah munculnya seorang cameo maestro komedi politik, Menteri KKP yang entah keceplosan atau spontan melontarkan punchline yang berpotensi menjadi legendaris, “Sekarang kan sudah elpiji, mosok ditanyain lagi?”


Kalimat yang disampaikan dengan tawa Bahagia tersebut, mungkin dimaksudkan untuk menghibur atau bercanda semata. 


Tapi alih-alih mengurangi ketegangan, justru semakin memperkuat dugaan publik bahwa kasus gas melon ini tak lebih dari sekadar trik sulap untuk mengalihkan perhatian.


Tentu saja dampak kalimat ini begitu dahsyat, layaknya one-liner seorang stand-up comedian kelas dunia. 


Bahkan seandainya Orwell masih hidup, mungkin saja ia akan mengganti judul bukunya yang fenomenal menjadi 1984: Sekarang Kan Sudah Elpiji, Mosok Ditanyain Lagi?


Kejadiaan tersebut mau tak mau mengajak kita untuk mengakui bahwa para pejabat kita bukan hanya birokrat, tetapi juga seniman ilusi. 


Mereka mampu menciptakan pengalihan isu yang begitu canggih, sampai kita bertanya-tanya, apakah ini realitas atau bagian dari skenario politik kelas wahid? 


Tidak heran, rakyat kini bukan hanya sulit mencari keadilan, tapi juga sulit membedakan mana berita yang benar dan mana strategi pengalihan isu.


Padahal, jika kita memakai logika sederhana, semestinya penyelesaian masalah yang mengemuka, seharusnya tidak serumit skrip drama Netflix. 


Pemerintah bisa menjelaskan dengan transparan siapa yang harus bertanggung jawab atas sertifikat HGB Pagar Laut yang ada sekarang, bagaimana bisa jatuh ke tangan pihak-pihak yang diduga oligarki, dan apa langkah konkret untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 


Namun, alih-alih menjawab dengan substansi, mereka yang menjalankan pemerintahan malah melemparkan lelucon yang lebih cocok dipakai di warung kopi.


Memang, pengalihan isu bukanlah hal baru dalam politik. Dari era Julius Caesar hingga modernisasi Twitter, para pemimpin dunia telah mempraktikkan seni ini untuk mengaburkan masalah besar dengan isu-isu yang lebih “menghibur”. 


Donald Trump, misalnya, suka melemparkan tweet kontroversial setiap kali skandal besar mendekati kursinya. 


Niccolò Machiavelli dalam bukunya The Prince bahkan secara tersirat menyarankan bahwa pemimpin yang cerdas harus memahami seni distraksi untuk menjaga kekuasaannya.


Namun, di negeri Konoha kita, seni pengalihan isu ini sudah bisa dibilang mencapai level master. Setiap kali ada kasus besar yang mengarah ke kekuasaan, tiba-tiba ada kasus baru yang lebih heboh. 


Rakyat pun terpecah fokusnya, bingung antara mengeluh soal gas melon, membahas kebakaran misterius, atau tetap menuntut kejelasan soal pagar laut.


Jika memang pengalihan isu ini adalah upaya sistematis, setidaknya pemerintah bisa belajar dari para pesulap profesional.


Mungkin saja bisa diupayakan beberapa “saran satir” untuk menyempurnakan trik sulap politik yang dijadikan sebagai media pengalihan itu tersebut.


Pertama, jangan terlalu kentara. Jika terlalu banyak kebetulan dalam waktu singkat, rakyat akan mulai curiga. 


Kalau mau bakar-bakaran, jangan kementerian yang relevan dengan kasus utama. Bakarlah gudang arsip sekolah dasar—itu lebih masuk akal.


Kedua, berikan hiburan tambahan. Jika gas melon mau dijadikan obyek pengalihan isu, maka tambahkan elemen drama, seperti misalnya “pencurian tabung gas oleh alien” atau “konspirasi mafia gas internasional”. Mungkin dengan begitu rakyat akan lebih terhibur.


Ketiga, jangan lupa menutup trik dengan elegan. Seperti kata pesulap terkenal Harry Houdini: “Trik yang baik adalah trik yang membuat orang lupa bahwa itu trik.” Jangan tinggalkan jejak-jejak yang terlalu jelas, seperti tawa bahagia saat ditanya soal isu utama.


Yang jelas, meski saat ini boleh jadi rakyat bisa tertawa-tawa dengan satir ini, masalahnya kasus tersebut tetaplah serius. 


Masalahnya rakyat kecil yang harusnya dilindungi justru menjadi korban. Ketidakjelasan kasus pagar laut dan munculnya isu-isu baru tentu saja akan semakin memperkeruh suasana.


Jika pemerintah serius ingin membangun kepercayaan, langkah pertama adalah transparansi—bukan hanya soal gas melon, tapi juga kasus pagar laut dan semua kebetulan aneh yang terjadi. Sebenarnya rakyat hanya meminta satu hal sederhana, yaitu kejujuran. 


Karena seperti kata Abraham Lincoln, “You can fool some of the people all of the time, and all of the people some of the time, but you cannot fool all of the people all of the time.” 


Dan jika pemerintah terus bermain sulap tanpa kejelasan, jangan salahkan rakyat jika akhirnya kita memilih untuk tidak lagi menonton pertunjukan. Sebab, seperti kata mendiang Bob Marley, “You can fool the people, but you can’t fool time.”


Mungkinkah memang hanya waktu yang akan mampu mengungkapkan segalanya? Sudahlah tak perlu bertanya-tanya lagi. “Sekarang kan sudah elpiji, mosok ditanyain lagi?” ***

Komentar

Terpopuler