POLHUKAM.ID – Prajogo Pangestu merupakan seorang pengusaha dan pendiri perusahaan petrokimia dan energi, Barito Pacific.
Pria yang terlahir dengan nama Phang Djoen Phen itu masuk ke dalam jajaran 10 besar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes.
Prajogo sendiri menempati posisi teratas sebagai orang terkaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai 35,4 miliar dolar AS atau setara sekitar Rp577,7 triliun.
Namun, baru-baru ini harta salah satu konglomerat di Indonesia itu dikabarkan turun hingga 20,34 persen, sekitar 9,1 miliar dollar AS atau setara Rp148,5 triliun berdasarkan data Forbes Real Time Net Worth.
Berikut rekam jejak Prajogo Pangestu.
Profil Prajogo Pangestu
Berdasarkan penelusuran Tribunnews, Prajogo Pangestu lahir di Bengkayang, Kalimantan Barat, pada 13 Mei 1944.
Saat ini, ia telah berusia 80 tahun.
Prajogo Pangestu adalah anak dari seorang pedagang karet. Karena keterbatasan ekonomi, Prajogo hanya mampu mengenyam pendidikan hingga tingkat menengah.
Ia memiliki istri yang bernama Herlina Tjandinegara dan telah dikaruniai tiga anak.
Perjalanan karier Prajogo Pangestu hingga berhasil menjadi orang terkaya di Indonesia, tentu penuh lika-liku panjang.
Setelah lulus dari Sekolah Menengah, ia mencoba peruntungan di Jakarta, namun perjuangannya tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Akhirnya, Prajogo kembali ke kampung halamannya. Ketika kembali di kampung halamannya, ia mulai bekerja menjadi sopir angkot dan membuka usaha kecil-kecilan dengan menjual bumbu dapur dan ikan asin.
Di sela-sela pekerjaannya, Prajogo bertemu pengusaha kayu asal Malaysia, Burhan Uray, pada 1960-an. Pertemuan tersebut menjadi titik balik nasib Prajogo.
Pada 1969, Prajogo memutuskan untuk bergabung di perusahaan milik Burhan, yakni PT Djajanti Grup.
Tujuh tahun kemudian, Burhan mengangkat Prajogo menjadi general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara, Gresik, Jawa Timur.
Prajogo hanya menjabat sebagai GM di perusahaan itu selama satu tahun, karena dia memutuskan untuk mengundurkan diri dan membeli sebuah perusahaan yang saat itu mengalami krisis finansial, yang bernama CV Pacific Lumber Coy.
Pada saat itu, Prajogo mengajukan pinjaman dari bank untuk membeli perusahaan tersebut. Setelah akuisisi, perusahaan tersebut diubah namanya menjadi Barito Pacific.
Barito Pacific kemudian mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada 2007.
Pada 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terbesar di Indonesia.
Selain mendirikan Barito Pasific, Prajogo tercatat juga pernah menduduki sejumlah posisi strategis di beberapa perusahaan, yakni:
PT Mangole Timber Producers - Direktur Utama (1969-1977)
PT Barito Pacific Lumber - Direktur Utama (1976)
Barito Pacific Group - (1977)
PT Barito Pacific Timber (dh. PT Bumi Raya Pura Mas Kalimantan) - Direktur Utama (1979-1993)
PT Mangole Timber Producers - Direktur Utama (1982-1993)
PT Tunggal Agathis Indah Wood Industries - Direktur Utama (1987-1998)
PT Tunggal Yudi Sawmill Plywood - Direktur Utama (1987-1998)
PT Musi Hutan Persada - Komisaris (1991-1993)
PT Mangole Timber Producers - Komisaris Utama (1993-1998)
PT Astra International Tbk - Wakil Komisaris Utama (1993-1998)
PT Tripolyta Indonesia Tbk - Komisaris (1989-1999)
PT Chandra Asri - Direktur Utama (1990-1999)
PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper - Komisaris Utama (1999-2005)
PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper - Wakil Komisaris Utama (1997-1999)
PT Barito Pacific Tbk (d/h PT Barito Pacific Timber) - Komisaris Utama (1993-sekarang).
Empat Saham Perusahaan
Prajogo Pangestu tercatat memiliki empat saham perusahaan yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Keempat saham itu, di antaranya, holding energi PT Barito Pacific Tbk (BRPT), perusahaan petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), emiten geotermal PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan emiten batu bara PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).
Harta Prajogo Pangestu
Hingga saat ini, Prajogo Pangestu memiliki kekayaan mencapai 35,4 miliar dolar AS atau setara sekitar Rp577,7 triliun.
Meski begitu, baru-baru ini harta orang terkaya di Indonesia itu turun hingga 20,34 persen, sekitar 9,1 miliar dollar AS atau setara Rp148,5 triliun.
Dilansir Kompas.com, penurunan drastis ini terjadi setelah beredar kabar bahwa Morgan Stanley Capital International (MSCI) tidak akan memasukkan tiga emiten miliknya ke dalam MSCI Investable Market pada review Februari 2025.
MSCI merupakan indeks pasar global yang menjadi acuan utama bagi investor institusional dalam menentukan portofolio mereka.
Keputusan untuk tidak memasukkan tiga emiten milik Prajogo, yakni Barito Renewables Energy (BREN), Petrindo Jaya Kreasi (PTRO), dan Barito Pacific (CUAN) diperkirakan berdampak besar pada kepercayaan pasar terhadap saham-saham tersebut.
Hal ini turut memengaruhi kapitalisasi pasar dan akhirnya berimbas pada kekayaan bersih Prajogo Pangestu.
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Evelin Dohar Hutagalung: Sosok Dominan di Balik Kasus Bintoro
Respon Jokowi Soal Anggaran Megaproyek IKN “Karyanya” Ditinjau Ulang Oleh Pemerintah Prabowo
Mantan Pendukung Jokowi Buka Kedok Mengapa Rumah Jokowi Diserbu Warga, OH TERNYATA!!
Jokowi Layak Mendapat Vonis Mati