POLHUKAM.ID - Masalah coretax serta gas Lpg menjadi tanda-tanda Presiden Prabowo mengganti Menteri keuangan Sri Mulyani karena ketidakmampuan menata dan mengelola ekonomi
Penerimaan pajak negara pada pertengahan Februari 2025 jauh di bawah target. Berdasarkan data Coretax, kas negara seharusnya menerima Rp 189,52 triliun hingga 15 Februari.
Namun, akibat buruknya kinerja sistem Coretax, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp 93,24 triliun atau 49% dari target.
Dengan penerimaan pajak yang anjlok ini, Indonesia menghadapi risiko shortfall pajak sebesar Rp 96,28 triliun per bulan.
Jika kondisi ini terus berlangsung, dalam empat bulan ke depan defisit penerimaan negara bisa mencapai Rp 385,10 triliun.
Padahal, tahun ini pemerintah harus membayar cicilan utang lebih dari Rp 800 triliun.
Coretax Tak Berjalan Optimal, Krisis Fiskal Mengancam?
Coretax, sistem perpajakan digital yang diharapkan meningkatkan efisiensi penerimaan negara, justru menunjukkan kinerja yang jauh dari harapan.
Implementasi yang tidak optimal menyebabkan target penerimaan pajak meleset jauh.
Jika dalam empat bulan ke depan sistem ini masih belum berfungsi maksimal, maka Indonesia akan menghadapi tekanan fiskal yang semakin berat.
Situasi ini bisa berimbas pada berbagai sektor, terutama yang bergantung pada anggaran subsidi.
Salah satu yang paling terdampak adalah subsidi energi, termasuk LPG 3 kg yang saat ini sedang mengalami kelangkaan di berbagai daerah.
Kelangkaan LPG 3 Kg dan Krisis Fiskal
Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat mengeluhkan sulitnya mendapatkan LPG 3 kg.
Antrian panjang di pangkalan dan harga yang melambung di tingkat pengecer menjadi fenomena yang semakin sering terjadi.
Pemerintah memang berencana menata ulang distribusi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran, tetapi keterbatasan anggaran bisa menjadi faktor yang memperparah situasi.
Dengan shortfall pajak yang mencapai Rp 96,28 triliun per bulan, kemampuan pemerintah untuk menjaga pasokan dan subsidi LPG bisa semakin terancam.
Subsidi LPG 3 kg selama ini sangat bergantung pada stabilitas penerimaan negara.
Jika anggaran terbatas, kemungkinan besar pemerintah akan lebih selektif dalam menyalurkan subsidi, yang berpotensi membuat akses LPG murah semakin sulit bagi masyarakat.
Pemerintah Harus Bertindak Cepat
Jika penerimaan pajak terus merosot, langkah antisipatif harus segera dilakukan.
Pemerintah perlu memastikan Coretax berfungsi optimal dalam waktu dekat agar penerimaan negara kembali stabil.
Selain itu, transparansi dalam penggunaan anggaran subsidi energi juga menjadi kunci agar masyarakat tidak semakin terbebani.
Masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah dalam mengatasi dua masalah besar ini—stabilitas penerimaan pajak dan kelangkaan LPG 3 kg.
Apalagi karena defisit dan subsidi Rp 100 triliun gas LPG akan dikurang serta dan iuran BPJS akan dinaikan.
Menanggapi hal tersebut Iskandar Sitorus sekretaris pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) meminta pemerintah serius.
"Jika tidak segera ditangani, dampak ekonominya bisa semakin luas, dari daya beli masyarakat yang tergerus hingga lonjakan harga kebutuhan pokok akibat biaya energi yang meningkat," lugasnya.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Celingak-Celinguk di Puncak Harlah NU, Momen Gibran Dicuekin Prabowo Tuai Sorotan: Kasihan Gak Dianggap!
Presiden Prabowo dan Peringatan Keras Bagi Loyalis Jokowi: Tegas atau Hanya Retorika?
Dicopot dari Jabatan Koorprodi UNJ, Ubedilah Badrun: Rektor tak Nyaman, Sering Ditelepon Parcok
Prabowo: The Last Man Standing