"Pertama, menteri yang bersangkutan sudah tidak akan fokus lagi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (tupoksi). Hal itu tentunya akan mempengaruhi kinerja sang menteri," tandasnya.
"Padahal, saat para menteri fokus saja melaksanakan tupoksinya, kinerjanya datar-datar saja. Karena itu, masuk akal kalau kinerja para menteri diragukan bila mereka ikut kampanye.
Rakyat akan keberatan bila menteri bekerja tidak fokus pada tuposinya. Sebab, menteri digaji dari uang rakyat," kata Jamil kepada Polhukam.id.
Dua, sulit memisahkan penggunaan dana dan fasilitas yang dipakai sang menteri saat kampanye. Apakah selama kampanye sang menteri menggunakan dana dan fasilitas kementerian atau pribadi atau partai politiknya?
"Sang menteri akan sulit memisahkan anggaran yang digunakan untuk biaya akomodasinya saat berkampanye di suatu tempat. Tentu hal ini akan merugikan negara bila anggarannya diambil dari kementeriannya, tegasnya.
Dua hal itu tampaknya sulit diatasi para menyeri yang teridentifikasi kampanye. Karena itu, sepantasnya menteri yang bersangkutan mengundurkan diri.
"Kalau menteri tersebut tidak mengundurkan diri, seharusnya Presiden Joko Widodo yang memberhentikannya. Masalahnya, apakah Jokowi berani memberhentikan para menterinya,"
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah
PSSI Rencana Undang Timnas Belanda Untuk Melawan Timnas Indonesia