"Saya kira ini harus menjadi perhatian presiden atau pemerintah dalam rangka menjaga kredibilitas pemerintahan," kata Abdul saat dihubungi JPNN.com, Minggu (5/6).
Menurut Abdul, anggota polisi yang telah dipenjara dan sudah berkekuatan hukum tetap tidak bisa dipertahankan dalam dinas kepolisian. Hal itu, kata dia, diatur dalam Pasal 11 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.
"Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara RI," kata Abdul.
Abdul mengatakan, seharusnya Mabes Polri membaca ketentuan tersebut sehingga tidak ada alasan mempertahankan Brotoseno kembali ke tubuh Korps Bhayangkara. "Institusi kepolisian justru menafsirkannya dengan parsial sehingga tafsirnya menjadi bisa diberhentikan, tetapi karena ada pertimbangan pejabat yang berwenang tidak diberhentikan karena alasan subjektif," kata Abdul.
Abdul menjelaskan alasan subjektif itu menjadi persoalan. "Menurut saya dengan tidak memberhentikan, ini akan menurunkan citra dan kredibilitas kepolisian sebagai lembaga publik atau negara," pungkas Abdul.
Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo membeberkan sejumlah pertimbangan sehingga Brotoseno tak dipecat. Irjen Ferdy Sambo menegaskan, Brotoseno hanya dikenai sanksi demosi dengan dipindatugaskan jabatan sesuai hasil sidang kode etik profesi.
Ferdy Sambo mengatakan, sidang Komisi Kode Etik Profesi mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya, Brotoseno telah menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan. Adapun putusan Pengadilan Negeri Tipikor memvonis Brotoseno 5 tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas. Di sisi lain, AKBP Raden Brotoseno menerima keputusan Sidang KKEP dimaksud dan tidak mengajukan banding.
"Adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," kata Ferdy Sambo.
AKBP Raden Brotoseno dinyatakan bersalah dan divonis lima tahun penjara dan denda Rp300 juta atas kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat. Dengan putusan itu, AKBP Raden menjalani masa penahanan sejak 2017.
Dia kemudian bebas bersyarat sejak Februari 2020, dan bebas murni pada akhir September 2020. Dia bebas lebih cepat karena mendapat program pembebasan bersyarat. Selain itu, AKBP Raden juga menerima remisi 13 bulan 25 hari.
Sumber: jpnn.com
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah
PSSI Rencana Undang Timnas Belanda Untuk Melawan Timnas Indonesia