POLHUKAM.ID -Aktivitas masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, yang didominasi nelayan, lumpuh sebagian, setelah perlakukan represif aparat gabungan Polri dan TNI terhadap warga yang menolak relokasi.
Koordinator Solidaritas Nasional untuk Rempang, Rozi, menjelaskan, masyarakat lebih memilih mempertahankan kampungnya dari pematokan lahan.
"Aktivitas melaut, jika pun dilakukan, tidak akan efektif, karena memikirkan nasib anak dan istri yang ditinggal di rumah, yang dikhawatirkan diamankan petugas," jelas Rozi, di markas YLBHI, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (17/9).
Begitu juga dengan masyarakat lain yang berprofesi sebagai pedagang atau atau pemilik toko. Angka penjualan turun signifikan, karena jalan Trans Barelang sepi, pasca kerusuhan.
"Kerugian materiil juga dialami penyedia jasa wisata yang mengaku nihil turis yang berkunjung ke beberapa objek di Pulau Rempang dan Galang," pungkasnya.
Kerusuhan di Pulau Rempang meletus pada 7 September 2023 lalu, akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian memuluskan proyek Rempang Eco City yang bakal digarap Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG).
Solidaritas Nasional untuk Rempang terdiri dari sembilan organisasi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan WALHI Riau.
Selanjutnya Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), serta Trend Asia.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Terungkap! Aplikasi Coretax Ternyata Menelan Anggaran Rp 1.6 Triliun, Ada Tambahan Biaya 300 Miliar!
Detik-detik Geng Rusia Pakai Rompi Polisi Rampok Warga Ukraina di Bali, Kerugian 3.2 Miliar!
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan