Prediksi itu disampaikan oleh pakar kebijakan publik narasi institute, Achmad Nur Hidayat. Baginya, ada beberapa alasan mengapa luhut tak bisa kembalikan harga minyak goreng seperti sediakala.
"Pertama adalah LBP tidak independen dari para pengusaha minyak nabati tersebut. Beberapa tersangka kejagung seperti Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) SM, dan General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas PTS diakui memiliki kedekatan khusus dengan LBP," ujar Achmad.
Faktor itu juga, katanya, membuat Luhut akan dipengaruhi pertimbangan untung atau tidaknya para pengusaha sawit bila ingin kembalikan harga minyak goreng seperti semula. Dan juga, lanjut Achmad, para pengusaha sawit inginkan harga tetap di level sekarang, yang menyentuh sekitar Rp16.900 untuk minyak curah dan sekitar Rp24-25 ribu perliter untuk minyak kemasan.
"Bila LBP independen maka sangat mungkin menggunakan unsur "sanction" kepada pengusaha sawit tersebut demi kepentingan publik banyak. Pertanyaan utamanya apakah LBP bisa mengabaikan para pengusaha tersebut?" Katanya.
Alasan kedua adalah terlalu kompleksnya rantai distribusi minyak goreng untuk disederhanakan. Menurutnya, para distributor minyak goreng senang menjual minyak goreng dengan harga tinggi, sehingga para distributor enggan menjualnya ke pasar curah dan lebih memilih ke pasar kemasan dan premium. Oleh karenanya, pendekatan pasar tentu tidak akan berhasil karena ada kegagalan pasar sehingga dibutuhkan keterlibatan pemerintah untuk mengatasinya.
"Ada tiga langkah yang perlu dilakukan LBP bila ingin berhasil. LBP dan Pemerintah akan berhasil kembalikan migor ke level 11,500 manakala menugaskan BUMN untuk menjadi produsen minyak goreng sehingga akan membawa harga minyak goreng ke level yang diinginkan oleh pemerintah tersebut. Selama produsen minyak goreng terbesar dimiliki oleh swasta, selama itu pula minyak goreng tidak akan berhasil ke level 11,500 sebagaimana yang diinginkan oleh Pemerintah," katanya.
Langkah selanjutnya dengan tugaskan Badan Pangan Nasional (BPN) untuk memasukan komoditas minyak goreng sebagai komoditas pantauannya. Sehingga BPN memiliki cadangan minyak goreng yang akan dikeluarkan sewaktu harganya sudah melampaui harga yang ditetapkan.
"Langkah ketiga adalah secara berlahan memberlakukan satu harga dasar untuk migor sehingga harga dipasaran dibedakan dari cangkangnya saja (kemasannya premiun atau kemasan curah) bukan dari isi migornya," katanya. "Jenis Migor baik curah maupun kemasan harus sama yaitu minyak goreng dengan kualitas standar yang memiliki harga yang sama. Saat ini sangat beda dimana minyak goreng curah kualitas isi migornya adalah tipe grade bawah dibandingkan migor kemasan di supermarket."
"Patut dingat bahwa ketiga langkah tersebut akan berhasil manakala pemerintah menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan oligarki," lanjutnya.
Penunjukan Luhut Binsar Pandjaitan menandakan Presiden tidak percaya kinerja Kementeruan Perdagangan. Menurut Achmad, sebaiknya Presiden Jokowi segera lakukan reshuffle. Terutama bagi para menteri yang mulai sibuk kampanye dan mengabaikan pekerjaannya.
"Kabinet pemerintahan Jokowi di tahun 2022 ini sudah tidak efektif lagi untuk menjadi kabinet kerja. Ini menjadi sebuah peringatan kepada presiden Jokowi, jika menterinya tidak fokus kerja dan juga Jokowi sendiri tidak percaya kepada menteri tersebut maka lebih baik diganti, bila tidak maka Presiden melakukan ketersia-siaan waktu dan ketersia-siaan anggaran," pungkasnya.
Sebelumnya, Luhut ditugaskan mengurusi polemik minyak goreng yang tak berkesudahan. Itu disampaikan oleh juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi kepada Antara di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
"Pak Menko Maritim dan Investasi diminta Presiden untuk membantu memastikan ketersediaan dan distribusi minyak goreng sesuai target, di daerah Jawa-Bali," kata Jodi Mahardi.
Pada tugas barunya, Luhut bersama timnya berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian sebagai lead coordinator.
Tugasnya melibatkan kementerian/lembaga teknis di antaranya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan serta Satgas Pangan, BPKP, dan Kejaksaan Agung untuk pengawasannya.
Sumber: populis.id
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah
PSSI Rencana Undang Timnas Belanda Untuk Melawan Timnas Indonesia