"Sesuai dengan tugas dan fungsinya, BNPT telah menindaklanjuti data tersebut," kata Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid dalam siaran persnya, Jumat (8/7).
Nurwakhid mengatakan pihaknya langsung melakukan pendalaman dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain terkait aliran dana ACT.
BNPT bakal mendalami aliran dana dari individu maupun organisasi yang terlibat dalam jaringan terorisme di dalam atau di luar negeri.
Dia menuturkan untuk pendalaman kajian lebih lanjut, BNPT akan menjalin kerja sama dengan rekanan guna menelusuri dugaan transaksi untuk individu maupun organisasi yang terlibat terorisme, salah satunya Densus 88 Antiteror Polri.
"Makin maraknya kelompok radikal atau teroris di Indonesia memanfaatkan lembaga amal dan filantropi untuk penggalangan dana ini juga terkait dengan konteks masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kedermawanan sosial yang cukup tinggi," kata dia.
Menurut Nurwakhid, berdasarkan data World Giving Index pada tahun 2021, Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang memiliki tingkat kedermawanan paling tinggi. Namun, hal tersebut justru menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok radikal dan teror untuk galang dana dengan modus donasi dan amal.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya melakukan analisis transaksi keuangan ACT. Hasilnya terindikasi ada penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang.
Menurut dia, PPATK sudah sejak lama melakukan analisis terhadap transaksi keuangan ACT. Hasil analisis itu pun telah diserahkan kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan BNPT.
Sumber: jpnn.com
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah
PSSI Rencana Undang Timnas Belanda Untuk Melawan Timnas Indonesia