Dalam laporan tersebut disebutkan gaji bos ACT mencapai Rp250 juta per bulan dan diberi fasilitas mobil mewah. Lalu bagaimana fakta yang sebenarnya? Berikut Wartaekonomi.co.id rangkum dari beberapa sumber.
Kasus ini mecuat ke publik setelah sampul majalah Tempo tertulis filantropi ACT limbung karena berbagai penyelewengan diunggah oleh warganet. Tagar #JanganPercayaACT maupun Aksi Cepat Tilep menjadi ramai diperbincangkan warganet Twitter hingga trending pada Senin (4/7/2022).
Banyak warganet yang mengecam dugaan penyelewengan dana umat yang dilakukan oleh ACT. Bahkan ada pula tak habis pikir dengan besarnya gaji dan mewahnya fasilitas yang diterima oleh petinggi ACT.
Ketika Ahyudin menjabat sebagai Presiden ACT, diduga menerima gaji sebesar Rp250 juta per bulan, kemudian senior vice president digaji Rp200 juta per bulan, vice president Rp80 juta, dan direktur eksekutif Rp50 juta.
Menurut laporan tersebut, Ahyudin saat itu juga difasilitasi dengan tiga kendaraan mewah seperti Toyota Alphard, Mtsubishi Pajero Sport, dan Honda CRV.
Majalah Tempo juga menemukan dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti keperluan rumah Ahyudin.
Pada Senin (4/7/2022) malam, Presiden ACT, Ibnu Khajarmengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahunnya.
Pemotongan tersebut, kata Ibnu Khajar, digunakan untuk operasional, termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.
"Soal potongan dana kami sebutkan 13,7 persen. Jadi ACT ambil untuk operasional 13,7 persen," ucap Ibnu.
Persentase pemotongan itu terbilang besar jika mengacu kepada regulasi yang ada. Ibnu beralasan, persentase pemotongan yang lebih besar dari aturan pemerintah dilakukan karena ACT bukan lembaga amal, melainkan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.
Ibnu menjelaskan ACT bukan merupakan lembaga zakat infak dan sedekah yang memiliki aturan pemotongan 12,5 persen dan juga bukan lembaga pengumpul sumbangan melainkan organsiasi nirlaba alias NGO.
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia.
Detasmen Khusus (Densus) 88 antiteror saat ini tengah mendalami transaksi-transaksi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang dikirimkan oleh Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Diketahui, PPATK menduga ACT telah mengirimkan dana ke negera beresiko tinggi pendanaan terorisme.
"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).
Sebelumnyam, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyebut penyelewengan dana diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang. "Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan, Senin (4/7/2022).
Kemudian, PPATK telah melaporkan dugaan tersebut ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Pendalaman dugaan ini sudah dilakukan sejak lama oleh PPATK, sehingga mereka juga telah memiliki hasil analisis yang bisa didalami lebih lanjut oleh aparat berwenang.
Ivan mengatakan meski ditemukan indikasi penyelewengan dana untuk aktivitas terlarang, namun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggarisbawahi semua itu masih memerlukan analisis lanjutan. Sehingga, hingga saat ini ACT belum dinyatakan sebagai daftar terduga terorisme atau organisasi terlarang (DTTOT).
Kementerian Sosial mencabut izin penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga filantropi itu, Selasa (5/7/2022).
"Alasan kami adalah pertimbangan adanya indikasi pelanggaran terhadap peraturan menteri, sampai menunggu hasil pemeriksaan dari inspektorat jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi, dalam keterangan tertulis Selasa (5/7/2022).
Muhadjir mengungkapkan ACT hanya diperbolehkan menggunakan 10% dari total sumbangan yang mereka terima untuk kepentingan pembiayaan lembaga. Aturan itu merujuk pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah 29/1980.
Namun berdasarkan keterangan Presiden ACT, Ibnu Khajar, ACT rata-rata menggunakan 13,7% dana sumbangan untuk kepentingan lembaga.
"Angka tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal," kata Muhadjir.
Perkembangan terbaru terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT kini tengah dalam tahap penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia. Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan laporan informasi nomor LI92/VII/Direktorat Tindak PidanaEksus.
Sebagai bagian dari upaya penyelidikan, tim penyidik pun memanggil eks Presiden ACT, Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar pada Jumat (8/7/2022). Selain keduanya, tim penyidik juga memanggil jajaran pengurus ACT bagian keuangan dan manajer proyek.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah
PSSI Rencana Undang Timnas Belanda Untuk Melawan Timnas Indonesia