Mennko PMK Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa Kabupaten Sumenep seharusnya tidak memiliki angka stunting tinggi.
Muhadjir mengatakan Kabupaten Sumenep memiliki kekayaan alam dan kekayaan laut yang luar biasa yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah stunting pada anak. Namun, menurutnya, kesalahan yang menyebabkan stunting tinggi adalah kesalahan pola makan pada anak.
"Kabupaten Sumenep ini untuk ketersediaan bahan pangan saya kira sudah cukup. Cuma mungkin pola makannya yang harus dibenahi," ujar Muhadjir dalam siaran pers, Senin (4/7/2022).
Menko PMK meminta agar orang tua dapat mendorong dan membiasakan anak-anak mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi seperti ikan laut.
"Termasuk mendorong membiasakan anak-anak untuk makan ikan. Baik cakalang, teri, kakap, tuna. Yang penting makan ikan laut. Karena itu mengandung asam folat yang tinggi. Asam folat itu sangat penting untuk pertumbuhan otak," ujarnya.
Dari orang tua balita yang ditengok Menko PMK didapatkan bahwa si anak lebih suka makan makanan ringan kemasan. Hal itu katanya tidak baik untuk dikonsumsi jangka panjang karena tidak bergizi dan banyak bahan kimia.
Karenanya, dia menyarankan agar orang tua lebih memberikan anak-anak makanan bergizi yang ada di alam Pulau Madura dan Kabupaten Sumenep.
"Orang tua anak ini sudah saya sarankan jangan membiasakan anaknya makan snack olahan yang dibungkus bagus-bagus sebetulnya kemasannya isinya tidak bagus. Karena di situ mengandung zat kimia yang tidak bagus untuk anak," jelasnya.
Muhadjir berharap, angka stunting di Kabupaten Sumenep bisa segera turun dan hingga sesuai dengan target nasional.
"Jadi di sini masih di atas rata-rata nasional. Harus kerja keras untuk capai 14 persen sesuai target nasional," pesannya.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Detik-detik Geng Rusia Pakai Rompi Polisi Rampok Warga Ukraina di Bali, Kerugian 3.2 Miliar!
Agar Petani Tidak Rugi, Prabowo Minta Bulog Wajib Beli Gabah Rp 6.500 Per Kilogram
LHKPN Raffi Ahmad, Harta 1 Triliun, Punya 45 Tanah dan 23 Kendaraan
Nelvin Ndruru, Bocah 10 Tahun di Nias Selatan, Menjadi Korban Penyiksaan oleh Keluarga Ayah