"Pengeboman telah menewaskan dua warga sipil dan melukai lima lainnya ketika pasukan Rusia maju ke daerah pinggiran tenggara dan timur laut kota Sievierodonetsk," ungkap Gubernur wilayah Luhansk Serhiy Gaidai, dalam sebuah pernyataan.
Penembakan artileri Rusia yang tak kunjung berhenti telah membuat pasukan Ukraina bertahan di antara reruntuhan di Sievierodonetsk yang 'babak belur'.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengungkap 90 persen bangunan di kota itu telah hancur. Namun, penolakan tentara Ukraina untuk mundur telah memperlambat serangan besar-besaran Rusia di seluruh wilayah Donbas di Ukraina timur.
"Sekitar 90 persen bangunan rusak. Lebih dari dua pertiga perumahan kota telah hancur total. Tidak ada telekomunikasi. Merebut Sievierodonetsk adalah tugas mendasar bagi penjajah... Kami melakukan semua yang kami bisa untuk menahan kemajuan ini," kata Zelensky, dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi.
Donbas merupakan kawasan industri yang mencakup Luhansk dan Donetsk, di mana sebagian wilayahnya dikuasai oleh saparatis pro-Rusia.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov Pada Minggu (29/5/2022), menyatakan bahwa 'Donbas mesti bebas', dan katanya wilayah itu telah menjadi 'prioritas tanpa syarat untuk Moskow'.
Pada hari yang sama, pasukan Ukraina di Donbas mengatakan akan bertahan sepanjang hari.
Pasukan Rusia telah menembaki 46 komunitas di wilayah Donetsk dan Luhansk, menewaskan sedikitnya tiga warga sipil, melukai dua lainnya atau menghancurkan atau merusak 62 bangunan sipil.
Penembakan Rusia juga berlanjut pada hari Minggu di beberapa wilayah seperti di Novy Buh di Mykolaiv dan Sumy.
Seorang tentara Ukraina yang berpatroli di parit dekat kota Bakhmut, barat daya Sievierodonetsk, berbicara tentang ketakutannya yang mengganggu. Kekhawatiran itu tak lain adalah pemerintah Ukraina yang terpaksa ditarik ke dalam negosiasi untuk mengakhiri konflik.
Jika ini terjadi, maka seperti Krimea, Ukraina akan kembali kehilangan wilayah gara-gara serangan Rusia.
"Anda tahu sekarang apa yang paling saya takuti, sekarang pertempuran terjadi begitu intens, sangat sulit. Lalu kami akan diberitahu: Itu saja, untuk berhenti, dan melakukan gencatan senjata."
"Penyelesaian yang dinegosiasikan hanya dapat terjadi dengan persyaratan Ukraina tapi saat ini jika negosiasi terjadi, itu akan menjadi malapetaka," kata Dmytro, yang dulunya adalah guru bahasa Inggris, mengatakan kepada televisi Reuters. Dmytro menambahkan bahwa langkah seperti itu dapat mengakhiri karier Zelenskyy.
Para pemimpin Uni Eropa (UE), sementara itu, dijadwalkan akan bertemu pada Senin dan Selasa untuk membahas paket sanksi baru terhadap Rusia, termasuk embargo minyak.
Diketahui sebelumnya, UE tidak dapat menyetujui paket sanksi keenam terhadap Moskow karena usulan embargo minyak Rusia tidak dapat diterima oleh Hongaria dan menjadi masalah besar bagi Slovakia dan Republik Ceko.
Menjelang KTT, Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck telah menyatakan kekhawatirannya, menyebut 'persatuan UE akan runtuh'. Rancangan kesimpulan pertemuan yang dilihat oleh Reuters, juga mengindikasikan akan hanya ada sedikit keputusan baru untuk sanksi Rusia.
Kendati begitu, Kepala Kebijakan Luar negeri UE, Josep Borrell mengatakan bahwa 'pada akhirnya, akan ada kesepakatan', dengan keputusan tentang paket sanksi berikutnya diambil pada Senin sore.
Sumber: akurat.co
Artikel Terkait
Jenderal IRGC: Israel akan Dilenyapkan Lewat Serangan Besar pada Saat yang Tepat
Israel Lansir Video Perlakukan Dr. Abu Safiya Bagai Kriminal
Mendunia! Media Asing Soroti Demo Mahasiswa #IndonesiaGelap
Kedatangan Cristiano Ronaldo ke Indonesia Masih Misteri, Media Arab Saudi Ikut Heran