Namun, analis, bagaimanapun, percaya pertemuan itu akan memainkan peran penting untuk isu mendesak lainnya. Itu tidak lain adalah soal perlawanan Turki yang tidak ingin Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO.
Pada Mei, kedua negara Nordik itu telah mengajukan keinginan mereka untuk bergabung dengan aliansi pertahanan Barat tersebut. Langkah bersejarah itu sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.
Faktanya, Turki terus memblokir upaya awal NATO untuk mempercepat aplikasi Finlandia dan Swedia. Alasan terkait konflik ketiga negara teramat rumit dan berhubungan dengan sejarah selama berdekade, yang seringkali penuh kekerasan dengan puluhan ribu nyawa melayang.
Erdogan sendiri, dalam pernyataannya, mengeklaim bahwa keanggotaan kedua negara itu akan menjadikan NATO sebagai 'tempat di mana perwakilan organisasi teroris terkonsentrasi'.
Ketika Erdogan berbicara tentang 'teroris' dalam konteks ini, yang dia maksud adalah Partai Pekerja Kurdi, atau PKK. Ini adalah sebuah gerakan separatis Marxis Kurdi yang telah memerangi pasukan Turki terus-menerus sejak tahun 1980-an. Kelompok ini beroperasi sebagian besar di Turki tenggara dan sebagian Irak utara.
PKK diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh Turki, serta oleh AS, Kanada, Australia, dan Uni Eropa.
Namun, seperti diwartakan CNBC, Swedia justru menjadi salah satu negara pertama yang menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris pada tahun 1984.
Turki tetap mengatakan bahwa Swedia telah mendukung anggota PKK dan memberikan perlindungan bagi mereka. Swedia menyangkal hal ini, dengan mengatakan bahwa mereka mendukung orang Kurdi lainnya yang tidak tergabung dalam PKK.
Tersebar di antara Turki, Suriah, Irak, dan Iran, suku Kurdi telah dianiaya, dipinggirkan, dan bahkan menjadi korban genosida di negara tempat mereka tinggal. Serangan gas kimia Saddam Hussein pada akhir tahun 1980-an misalnya, menewaskan hampir 200 ribu orang Kurdi di Irak.
Sejak 1984, antara 30-40ribu orang diperkirakan tewas dalam pertempuran antara PKK dan pemerintah Turki, menurut Crisis Group.
Untuk Finlandia, penentangan Turki untuk bergabung dengan NATO tampaknya lebih karena asosiasi. Negara ini memiliki populasi Kurdi yang jauh lebih kecil daripada Swedia, tetapi kebijakan luar negerinya cenderung serupa.
Finlandia juga telah melarang PKK, dan mencapnya sebagai organisasi teroris. Namun, negara ini bergabung dengan Swedia dan negara-negara Uni Eropa lainnya dalam menghentikan penjualan senjata ke Turki. Langkah itu diambil pada tahun 2019, sebagai respons atas tindakan militer Ankara yang menyerang kelompok-kelompok Kurdi di Suriah.
Hubungan Ankara-Washington juga dingin, terutama sejak Biden terpilih, dan pemerintahan AS makin menyoroti soal pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan rezim Erdogan.
"Kami berbicara dengan Pak Biden pagi ini dan dia menyatakan keinginannya untuk berkumpul malam ini atau besok. Kami mengatakan bahwa pertemuan itu mungkin bisa dilakukan," kata Erdogan, menurut AFP.
Erdogan berbicara sebelum terbang ke Madrid, di mana ia akan terlibat pembicaraan yang akan dimulai dengan pertemuannya dengan sekretaris jenderal NATO serta pemimpin Finlandia dan Swedia.
Turki adalah anggota NATO dan memiliki hak untuk memveto aplikasi kedua negara Nordik itu di KTT.
“Kita adalah anggota NATO yang berusia 70 tahun. Turki bukanlah negara yang secara acak bergabung dengan NATO. Kita akan sejauh mana mereka (Finlandia dan Swedia) bisa capai. Kita tidak ingin kata-kata kosong. Kita menginginkan hasil," kata Erdogan mengatakan bahwa dia ingin melihat hasil pembicaraan persiapan yang diadakan pada hari Senin di Brussels.
Sumber: akurat.co
Artikel Terkait
5 Alasan Wapres Filipina Dimakzulkan, Ancam Bunuh Presiden hingga Skandal Korupsi
Israel Bersiap Hadapi Kemungkinan Tsunami di Tengah Gempa Bumi yang Terjadi di Yunani
Pernyataan Baru Donald Trump: Gaza Akan Diserahkan ke AS oleh Israel!
Arab Saudi Gelar Nikah Massal, 300 Pengantin Dapat Hadiah Mobil dan Rumah