Dugaan Korupsi Jampidsus Tak Kunjung Ditelusuri, KPK Dianggap Tak Bernyali!

- Rabu, 26 Maret 2025 | 14:50 WIB
Dugaan Korupsi Jampidsus Tak Kunjung Ditelusuri, KPK Dianggap Tak Bernyali!




POLHUKAM.ID - Pengacara senior sekaligus perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Petrus Selestinus menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak punya nyali untuk mengusut dugaan korupsi yang melibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah.


"Saya kira KPK tidak punya nyali," ujar Petrus di Jakarta, dikutip Rabu (26/3/2025).


Menurut Petrus, yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), KPK seharusnya bisa melakukan upaya paksa terhadap Febrie, seperti pemanggilan.


Ia menjelaskan, KPK memiliki wewenang khusus dalam menangani kasus tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU KPK No. 19 Tahun 2019, yang bersifat lex spesialis. 


Hal ini berarti KPK dapat mengesampingkan Pasal 8 Ayat 5 UU Kejaksaan yang mensyaratkan izin dari Jaksa Agung untuk melakukan upaya paksa terhadap seorang jaksa yang bermasalah.


"Kalau KPK tidak ada mekanisme khusus. Begitu dia merasa ada sesuatu yang ganjil dalam penyidikan penuntutan kasus korupsi, KPK tinggal surati kejaksaan, KPK ambil alih," ucapnya.


Petrus juga mempertanyakan alasan mengapa laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi terkait dugaan korupsi yang melibatkan Jampidsus Febrie hanya berkutat dalam proses telaah oleh Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, tanpa naik ke tahap penyelidikan maupun penyidikan. 


Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa KPK tidak memiliki keberanian untuk mengusut tuntas kasus yang melibatkan aparat penegak hukum.


"KPK ini kan sekarang berubah jadi lembaga telaah. Dia bukan penyelidik, penyidik, dan penuntut, tetapi hanya lembaga telaah ketika laporan itu menyangkut pejabat tinggi negara," ujarnya.


Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi kembali melaporkan Febrie Adriansyah terkait empat kasus ke KPK pada 10 Maret 2025 lalu, sementara laporan pertama dilayangkan 27 Mei 2024. 


Koalisi ini terdiri atas Indonesian Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi. Adapun empat kasus yang dilaporkan:


1. Kasus Jiwasraya,

2. Perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar,

3. Penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur, dan

4. Tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana yang tertuang dalam buku serta bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengaduan.


Sementara, Febrie menilai laporan itu sebagai bentuk pelawanan balik koruptor. 


Alasannya, ada sejumlah kasus korupsi di Kejagung tengah menjadi sorotan, di antaranya kasus Timah, makelar kasus Zarof Ricar, hingga yang terbaru terkait tata kelola minyak mentah Pertamina.


"Semakin besar perkara yang sedang diungkap, pasti semakin besar serangan baliknya," ujar Febrie kepada wartawan saat dihubungi, Jakarta, Selasa (11/3/2025).


Febrie mengaku tidak ambil pusing dengan laporan yang ditujukan kepadanya dan menyatakan hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa terjadi. 


"Biasalah, pasti ada perlawanan," ucapnya.


Sumber: Inilah

Komentar