OTT di OKU Sumsel, KPK: Pihak DPRD Minta Jatah Pokir Rp40 M Sebagai Syarat RAPBD 2025 Disahkan

- Minggu, 16 Maret 2025 | 22:05 WIB
OTT di OKU Sumsel, KPK: Pihak DPRD Minta Jatah Pokir Rp40 M Sebagai Syarat RAPBD 2025 Disahkan



POLHUKAM.ID  - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus praktik korupsi di Kabupaten Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, hingga pihaknya harus melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, sejumlah anggota DPRD Kabupaten OKU meminta jatah dana pokok pikiran (pokir) agar mereka mau menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun 2025 yang diajukan Pemkab OKU. 

Beberapa perwakilan DPRD OKU tersebut, yakni Ferlan Juliansyah (FJ) yang merupakan anggota Komisi III DPRD OKU; M. Fahrudin (MFR) Ketua Komisi III DPRD OKU; dan Umi Hartati (UH) Ketua Komisi II DPRD OKU.

Setyo menjelaskan, kasus ini bermula sejak pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran 2025, di Januari 2025 lalu.


Beberapa waktu setelah pembahasan digelar, beberapa perwakilan DPRD OKU menemui pihak Pemkab OKU.

"Pada pembahasan tersebut, perwakilan DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan," kata Setyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).

Dalam pertemuan ini, perwakilan DPRD dan pemerintah daerah menyepakati jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) sebesar Rp40 miliar.

"Rp40 miliar dengan pembagian nilai proyek sebagai berikut, untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp5 miliar. Sedangkan untuk anggota, itu adalah Rp1 miliar," ucap Setyo.

Kemudian, lanjutnya, nilai kesepakatan sebesar Rp40 miliar itu turun menjadi Rp35 miliar. Hal ini disebabkan karena keterbatasan anggaran.


"Tapi, untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen jatah bagi anggota DPRD, sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp7 miliar," jelasnya.


Beberapa waktu kemudian, APBD OKU tahun anggaran 2025 disahkan dan mengalami kenaikan dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.

"Jadi, signifikan karena ada kesepakatan ya, maka awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat," ungkap Setyo.


Sementara itu, terdapat sembilan proyek fisik di Dinas PUPR yang disepakati sebagai pengganti jatah pokir, di antaranya:

1. Rehabilitasi rumah dinas bupati lebih kurang Rp 8,3 miliar, dengan penyedia CV RF.

2. Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati lebih kurang Rp 2,4 miliar, dengan penyedia CV RE 

3. Pembangunan kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp 9,8 miliar, dengan penyedia CV DSA.


4. Pembangunan jembatan di desa Guna Makmur senilai Rp 983 juta, dengan penyedia CV GR 

5. Peningkatan jalan poros desa Tanjung Manggus, desa Bandar Agung senilai Rp 4,9 miliar, dengan penyedia CV DSA.

6. Peningkatan jalan desa Panai Makmur, Guna Makmur Rp 4,9 miliar, dengan penyedia CV AJN.

7. Peningkatan jalan unit 16 Kedaton Timur senilai Rp 4,9 miliar, dengan penyedia CV MDR Corporation.

8. Peningkatan jalan Letnan Muda MSD Junet senilai Rp 4,8 miliar, dengan penyedia CV BH.

9. Peningkatan jalan desa Makartitama Rp 3,9 miliar, dengan penyedia CV MDR.

Pengerjaan proyek tersebut, kata Setyo, dikerjakan oleh tersangka MFZ dan ASS, dengan meminjam bendera perusahaan lain. 

Diberitakan, tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap delapan orang di Kabupaten OKU, Sumatera Selatan, pada Sabtu (15/3/2025).


Para pejabat yang terjaring dalam OTT ini termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten OKU serta sejumlah anggota DPRD setempat. OTT ini diduga terkait praktik suap di lingkungan Dinas PUPR setempat.

Dalam operasi tersebut, KPK berhasil menyita uang sebesar Rp 2,6 miliar sebagai barang bukti, yang diduga berkaitan dengan proyek-proyek di dinas tersebut.

Enam Orang jadi Tersangka, Termasuk DPRD dan Kadis PUPR

KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Penetapan tersangka ini menyusul operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Sabtu (15/3/2025).

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa suap ini melibatkan pemberian hadiah atau janji yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa di OKU antara 2024-2025.

Enam tersangka yang terlibat terdiri dari:

Pemberi Suap: M Fauzi (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS), keduanya dari pihak swasta.

Penerima Suap: Ferlan Juliansyah (FJ), M Fahrudin (MFR), dan Uki Hartati (UH), anggota DPRD OKU, serta Nopriansyah (NOV), Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU.

Para penerima suap dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi (Tipikor), sedangkan pemberi suap dijerat dengan pasal suap dalam UU Tipikor. 

Dua orang lainnya yang terjaring dalam OTT ini dibebaskan karena tidak ada cukup bukti keterlibatan.


Untuk kepentingan penyidikan, keenam tersangka ditahan selama 20 hari pertama, dengan FJ, FMR, dan UH ditahan di Rutan KPK Jakarta Timur, sementara NOV, MFZ, dan ASS di Gedung Merah Putih KPK

Sumber: Tribunnews 

Komentar