Prabowo Ikut-Ikutan Jokowi Rusak Sistem TNI, Analis Politik & Militer: Pensiunkan Teddy!

- Sabtu, 15 Maret 2025 | 13:05 WIB
Prabowo Ikut-Ikutan Jokowi Rusak Sistem TNI, Analis Politik & Militer: Pensiunkan Teddy!




POLHUKAM.ID - Analis Politik dan Militer Selamat Ginting, mengingatkan Presiden Prabowo Subianto tentang potensi risiko politik serius akibat keputusan menempatkan Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya di posisi Sekretaris Kabinet. 


Ginting menilai langkah ini melanggar Undang-Undang TNI Nomor 34/2004 dan berpotensi memicu hak angket DPR serta menjatuhkan kredibilitas Prabowo jika tak segera dikoreksi. 


Hal itu disampaikan di podcast akun YouTube Madilog yang dipandu Indra Piliang (10/3/2025).


Selamat Ginting mendesak Prabowo belajar dari era Presiden SBY yang tertib dalam menempatkan militer di jabatan sipil, termasuk memensiunkan perwira terlebih dahulu.


“Saya menyayangkan mengapa Presiden Prabowo mengapa ikut-ikutan mantan Presiden Jokowi yang merusak sistem TNI. Pensiunkan Teddy. Dalam kasus Teddy kirim dia ke Papua, pimpin kompinya untuk menghadapi OPM itu,” kata Selamat Ginting.


“Bukan kemudian dia. Ini dia kopasus, komando pasukan khusus. Bukan tugasnya buka tutup pintu, seharusnya buka tutup pertempuran bukan buka tutup pintu dan juga bukan pegang-pegang map gitu,” Imbuhnya.


Kata Selamat Ginting, tentara ini diciptakan untuk memimpin pertempuran untuk tugas perang bukan tugas-tugas yang seperti ini.


“Berapa banyak saya mendapatkan pesan WA dari perwira tinggi dari mulai bintang 4, bintang 1. 4, 2, 3,1 dan kolonel serta lulusan akademi militer lainnya, resah dengan kasus Teddy ini,” ungkap Selamat Ginting.


Sebagai Letnan Kolonel kata Indra Piliang, mestinya dia Komandan Batalyon.


“Jangankan Komandan Batalyon, sebelum ini diberikan jabatan wakil Komandan Batalyon infanteri 238 pada raider Kostrad tapi tidak pernah ditempat sejak setahun lalu Februari 2024 sampai sekarang,” jawab Selamat Ginting.


Ginting menyebutkan Negara lagi-lagi dirugikan. Seharusnya posisi ini ditempati perwira yang lain saja sehingga batalyon ini punya wakil komandan Batalyon, bukan kosong seperi ini.


Lantas Selamat Ginting membandingkan kasus Teddy dengan kegagalan militer Mesir di era 1970-an, di mana perwira yang dekat dengan kekuasaan politik diangkat menjadi jenderal tanpa kompetensi, berujung kekalahan memalukan.


“TNI bisa kehilangan marwah jika dipimpin oleh perwira ‘salon’ yang lebih banyak buka-tutup pintu istana daripada medan tempur,” tegasnya.


Dampak terhadap Kredibilitas Prabowo


Ginting memperingatkan, kasus Teddy bisa menjadi preseden buruk yang merusak integritas TNI dan memicu ketidakpercayaan publik.


“Presiden sebagai panglima tertinggi harus tegas mengutamakan kepentingan institusi, bukan kepentingan politik pragmatis,” tandasnya.


Masih Ginting, jika dibiarkan hal ini berisiko mengembalikan TNI ke era “Nagabonar”, di mana kenaikan pangkat didasarkan pada kedekatan politik, bukan meritokrasi.


“Ini main-main, TNI kita kembali ke jaman Naga Bonar, memalukan,” ujarnya tegas.


Sorotan terhadap karier Teddy terus menguat, terutama setelah ia dianggap tidak pernah menjalani tugas operasional sebagai Kopasus, seperti penugasan di Papua, dan lebih banyak terlibat dalam tugas protokoler istana.


Teddy Indra Wijaya sebelumnya dikenal sebagai ajudan mantan Menhan Prabowo dan Presiden Jokowi. 


Kasus ini menyoroti kompleksitas hubungan sipil-militer di Indonesia pasca-Reformasi, sekaligus menguji komitmen Prabowo dalam menjaga netralitas TNI.



Sumber: JakartaSatu

Komentar