POLHUKAM.ID - Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) membantah pernyataan Jaksa Agung terkait pengoplosan atau blending bahan bakar minyak (BBM) bukan merupakan kebijakan Pertamina.
"Jadi jika ada narasi sekarang tidak ada blending atau pengoplosan menurut hemat kami itu adalah pernyataan yang menyesatkan. Termasuk pernyataan kontroversi Jampidsus Febri Adriansyah yang menyatakan Erick Thohir dan Boy Thohir tidak terlibat, padahal belum banyak saksi-saksi penting diperiksa oleh penyidik Pidsus Kejagung," ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman dalam keterangannya, Minggu, 9 Maret 2025.
“Konon kabarnya beredar informasi di kalangan pengusaha migas bahwa pada sekitar tahun 2022 ada pertemuan di rumah Ricardo Galael antara Ahok dengan Boy Thohir diharapkan bisa membuka kotak pandora siapa otak pelaku di belakang 9 orang tersangka saat ini,” tambahnya.
Lanjut dia, berdasarkan data dari salinan dokumen yang diperoleh diduga merupakan dokumen kontrak yang sudah diamandemen sejak 22 Agustus 2014 hingga November 2017 antara PT Orbit Terminal Merak (OTM) dengan Direktorat Pertamina Pemasaran dan Niaga (Persero) (PPN).
CERI menduga bahwa proses pengoplosan atau blending BBM masih dilakukan di Terminal BBM PT OTM hingga saat ini. Jika oplos dilarang dipastikan BBM Pertalite dan lainnya akan mengalami kelangkaan di SPBU.
Oleh karena itu, Yusri secara tegas membantah pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin ketika didampingi Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri pada Kamis, 6 Maret 2025 di hadapan awak media yang telah menyatakan bahwa pekerjaan blending adalah aktivitas oknum bukan Pertamina secara korporasi.
"Sebab, kami juga mendapatkan salinan dari yang kami duga Perjanjian Jasa Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan BBM di Terminal BBM PT OTM tertanggal 22 Agustus 2014 yaitu Perjanjian Nomor: 024/FOOOOO/2014 -S0 antara Direktur PT Pertamina Pemasaran dan Niaga (Persero) (PPN) yang diwakili Hanung Budya dan Presiden Direktur PT Terminal Orbit Merak (OTM) Gading Ramadhan Joedo," bebernya.
Yusri menyebut penandatanganan perjanjian itu tak lama setelah Mochamad Riza Chalid mengambil alih seluruh kepemilikan terminal BBM dari Oil Tanking Deuthschland dan kemudian merubahnya menjadi PT Orbit Terminal Merak.
Aksi korporasi Riza ini, rupanya setelah dapat kepastian bahwa Pertamina sepakat menggunakan semua fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) di Merak.
"Kemudian, di dalam draf yang diduga merupakan draft amandemen perjanjian itu disebutkan berdasarkan notulen rapat negosiasi antara PPN dengan OTM pada 1 Juli 2015, dinyatakan bahwa Para Pihak sepakat melakukan perubahan atas beberapa ketentuan dalam perjanjian, antara lain mengenai Minimum Thruput, Jenis Produk Yang Disimpan, Tarif Thruput Fee, Losses dan mata uang pembayaran," jelas Yusri.
Yusri mengungkapkan perjanjian itu dilanjutkan dengan menandatangani kesepakatan untuk pembayaran sebagian atas Thruput jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan BBM di Terminal BBM PT OTM yang dituangkan dalam perjanjian nomor 101/F00000/2016-SO tanggal 19 Desember 2016, dilanjutkan lagi dengan kesepakatan kedua yang bernomor 031/FOOOOO/2017/2017-SO tertanggal 20 Juni 2017 yang telah disepakati oleh Para Pihak.
"Kemudian ada lagi amandemen yang ditandatangani pada November 2017 oleh Direktur PT Pertamina Pemasaran & Niaga Muchammad Iskandar dengan Presiden Direktur PT OTM Gading Ramadhan Joedo," bebernya lagi.
Diungkapkan Yusri, Amandemen tahun 2017 tersebut menambah ketentuan Pasal 13 menjadi berbunyi, "Pembayaran Thruput fee sebagaimana diatur pada ayat (2) Pasal ini belum termasuk jasa kegiatan, termasuk tetapi tidak terbatas pada in-tank blending, injection additive/dyes dan analisa sampling (secara Bersama-sama selanjutnya disebut sebagai Pekerjaan Tambahan); dan Para Pihak sepakat dengan ketentuan pembayaran atas Pekerjaan Tambahan tersebut.
"Kami menjadi sangat heran setelah menelisik Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang Tahun 2018 sampai dengan Semester 1 Tahun 2021 pada PT Pertamina (Persero), Subholding dan Instansi terkait lainnya oleh BPK RI sebanyak 184 halaman beserta lampirannya," ucap dia.
Dikatakan Yusri, keheranan itu karena di sana CERI tidak menemukan sedikit pun disinggung adanya temuan dalam pelaksanaan kontrak penggunaan TBBM PT Orbit Terminal Merak dengan Subholding Pertamina Patra Niaga.
"Padahal seingat kami, mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam testimoninya telah mensinyalir adanya oknum di BPK yang diduga terlibat dalam penyimpangan dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang serta LPG setidaknya untuk periode 2018-2023," ujarnya.
Masih kata Yusri, laporan BPK tersebut banyak mengungkap temuan fungsi Integrated Supply Chain (ISC) yang sejak tahun 2015 hingga tahun 2020 merupakan pusat kegiatan semua pengadaan minyak mentah dan BBM serta LPG yang kemudian di disentralisasikan ke Subholding PT Pertamina Patra Niaga untuk pengadaan BBM dan LPG serta pengadaan minyak mentah ke Subholding PT Kilang Pertamina International.
"Sebelumnya, CERI pada Kamis, 6 Maret 2025 telah mengirim surat elektronik kepada Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung di mana kami berharap Kejaksaan Agung menjelaskan beberapa pernyataan Jaksa Agung dan Jampidsus yang kontroversial dan membuat masyarakat kebingungan memahami penjelasan Kejagung yang membuat kasus Pertamina ini justru semakin tidak jelas. Semisal narasi yang mengatakan pengoplosan atau blending BBM itu hanya pada periode 2018 hingga 2023 saja. Namun kemudian muncul angka kerugian hampir mencapai Rp1 kuadriliun," pungkas Yusri.
Sumber: rmol
Artikel Terkait
Akhirnya Mentan Laporkan Kecurangan MinyaKita ke Bareskrim
Jokowi Tahu Korupsi Pertamina, Cuma Enggak Enak Koruptornya Ada di Barisannya Saat Pilpres 2019!
Prediksi Sebelum Kasus Mafia Migas Diungkap: Hanya Ganti Pemain
Kerry Riza Jadi Tumbal Riza Chalid