POLHUKAM.ID - Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga (PPN) yang tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) makin hari, makin panas. Mereka yang telah menyandang status sebagai tersangka diduga hanya bagian kecil saja.
Dalam hal ini penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Khusus) Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menyentuh aktor intelektualnya.
Seorang mantan petinggi di Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku siap buka-bukaan di hadapan penyidik.
Dengan jabatannya dulu sebagai Komisaris Utama (Komut) perusahaan pelat merah BUMN itu, Ahok menegaskan tidak keberatan dan bahkan merasa senang jika dimintai keterangan.
“Ya, bisa saja, dan aku senang jika diminta keterangan,” kata Ahok saat dihubungi, Sabtu (1/3/2025).
Kasus korupsi ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga pada reputasi Pertamina sebagai perusahaan BUMN strategis di sektor energi.
Kini publik menunggu transparansi dan keadilan dalam proses hukum ini, sambil berharap agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Dengan terus bergulirnya proses hukum, Kejagung diharapkan dapat mengungkap semua fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang dirugikan.
Pun kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan tata kelola yang baik dalam perusahaan BUMN untuk mencegah praktik korupsi.
Di balik itu semua, apakah Ahok sebagai saksi kunci dalam kasus ini? Yang jelasnya Ahok sempat berkata "Saya boleh keluar dari sini (Pertamina), tapi catatan saya punya.
Kalau rezim betul-betul mau membereskan negeri ini dari korupsi di migas dan Pertamina, saya berani jamin dengan data ini saya penjarakan kalian semua!”
Ahok menyebut kasus yang menjerat sejumlah petinggi subholding Pertamina saat ini adalah kasus lama.
Namun, dirinya tidak bisa berbuat banyak karena jabatannya hanya sebagai komisaris bukan direktur utama.
Sehingga, ia tidak bisa berperan banyak untuk membongkar kasus tersebut. “Ini ada tangan yang berkuasa ikut main kalau menurut saya di republik ini,” kata Ahok.
Usai pernyataan Ahok yang berapi-api itu, sederet nama mulai bermunculan hingga di media sosial dikaitkan dengan kasus ini, Yakni:
Erick Thohir
Penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengambil sikap usai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bertemu dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin baru-baru ini.
Adapun pertemuan pada sekitar jam 11 malam itu dilakukan di tengah pengusutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang merugikan negara Rp197,3 triliun.
“Kita lihat sikap penyidik ke depannya ya, apakah hal itu menjadi kebutuhan penyidikan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Senin (3/3/2025).
Erick Thohir menyebut jika akan ada review total pada perusahaan yang bergerak di sektor energi tersebut.
Erick ingin mengikutsertakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin oleh Bahlil Lahadalia serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas.
“Kami harus beri solusi. Seperti yang Pak Presiden selalu bilang, antara menteri ini berkomunikasi,” katanya.
Sementara proses yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menjadi poin penting dalam pernyataan Erick Thohir. Ia menghormati proses tersebut seperti saat kasus Jiwasraya dan Garuda.
Erick kemudian mengaku akan turut membantu jalannya proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejagung.
Bahkan, dia mempercayai, jika perbaikan BUMN, terkhusus Pertamina, akan semakin baik karena proses investasi dan operasional akan semakin mudah. Erick Thohir menyampaikan jika hal itu disebabkan karena adanya Danantara.
“Dahulu investasi BUMN tidak pernah didiskusikan karena saya tidak punya power itu. Bukan membela diri ya. Tapi nanti semua usulan investasi atau operasional yang membutuhkan dana besar akan ada komite investasinya, itu adalah hal bagus,” jelas Erick.
Lantas apa yang dibahas dalam pertemuannya dengan Jaksa Agung? Erick mengaku telah melakukan rapat dengan Kejagung terkait blending oplosan di BBM.
Erick Thohir tidak mau berasumsi lebih jauh, namun apabila ditemukan, ia akan melakukan penindakan.
"Kemarin saya meeting sama Pak Kejaksaan, Pak JA, sebelum ke Magelang jam 11 malam. Tentu kita apresiasi yang dilakukan Kejaksaan. Kita hormati. Seperti dulu kita bersama Kejaksaan menangani kasus Asabri, Jiwasraya, Garuda. Kita berpartisipasi," kata Erick di Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (1/3/2025), usai pengumuman diskon pajak tiket pesawat untuk mudik.
Adapun pertemuan Erick dan Jaksa Agung pada jam 11 malam itu kini menjadi tanda tanya publik, ada apa di balik itu? Sangat tak wajar di waktu itu melakukan pertemuan.
Boy Thohir
Dugaan keterlibatan kakak Menteri BUMN Erick Thohir, Garibaldi Boy Thohir, dalam kasus korupsi di tubuh Pertamina itu juga mencuat.
Boy Thohir disebut-sebut memiliki peran dalam pengaturan penempatan direksi di anak usaha Pertamina, yakni Pertamina Patra Niaga.
Pemilik PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) itu diduga mengendalikan para pejabat Pertamina yang kini mendekam di tahanan.
Sumber dari internal Kejaksaan Agung, menyatakan bahwa Boy diduga mengatur para pejabat Pertamina ini melalui dua orang kepercayaannya, R Harry Zunardi alias AI dan Febri Prasetyadi Suparta alias Mr James.
Adapun R Haryy Zunardi alias AI merupakan sosok yang menggantikan Erick Thohir sebagai Komisaris Utama PT Mahaka Media Tbk (ABBA).
Harry ditunjuk dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 2019 atau saat Erick Thohir diangkat menjadi Menteri BUMN.
Melalui AI ini, Boy diduga mengatur enam pejabat Pertamina yang bertugas menangani masalah impor minyak.
Yakni diduga Riva Siahaan, Yoki Firnandi, Maya Kusmaya, Sani Dinar Saifuddin, Edward Corne, Agus Purwono.
Terkait hal itu, Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, mendesak Kejagung untuk segera memeriksa Boy Thohir guna mengungkap sejauh mana keterlibatannya dalam dugaan praktik korupsi tersebut.
“Kami menilai Kejagung harus bertindak cepat dan memeriksa Boy Thohir. Ada dugaan kuat bahwa ia memiliki kendali dalam penempatan direksi di Pertamina Patra Niaga yang berkaitan dengan kebijakan bisnis perusahaan,” kata Sutoyo, Selasa (4/3/2025).
Dugaan ini tidak bisa diabaikan mengingat adanya indikasi bahwa posisi strategis di perusahaan negara kerap menjadi ladang kepentingan kelompok tertentu.
Oleh karena itu, dia menegaskan Kejagung harus transparan dan profesional dalam menangani kasus ini.
“Keterlibatan keluarga pejabat dalam urusan bisnis BUMN berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Apalagi jika terbukti ada pengaruh dalam kebijakan internal yang merugikan negara,” bebernya.
Mr James
Febri Prasetyadi Suparta alias Mr James, diduga kepanjangan tangan Boy yang diduga mengatur segala aktifitas kegiatan hulu blok migas.
Dalam praktiknya, James alias Febri Prasetyadi Suparta mempunyai holding besar yang mengatur banyak pejabat Pertamina.
Setidaknya ada 21 nama yang kemudian berada di 'holding' Febri Prasetyadi alias James.
Yakni: Chalid Said Salim (Dirut Pertamina Hulu Energi), Wiko Migantoro (Wadirut PHE), Alfian Nasution (Direktur Infrastruktur dan logistic), M Arifin, Anto Sunaryanto, Setyo Edi, Irvan Zainuri, Edi Susanto, Oskar, Harry Widodo, Djuantono, Andre Widjanarko, Stenley Iriawan, Bahtiar Surya, Asep Disasmita, Farid Iskandar, Donzyn, Appriandi, Bayu Kusumatri, Gatot Kurnia, Ketut Laba.
Selain itu terdapat nama lain yang juga diduga menjadi binaan Mr James. Yakni diduga Arief Setiawan H, Ratih Esti Prihartini, Harry Budi Sidarta (Kawan dekat Gading), Danief Danusaputro, Andri Widiasti.
Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com, bahwa nama Mr. James, yang pernah disebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), dan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dengan Komisi VII DPR RI pada 10 April 2023 silam.
Dalam RDP tersebut, anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir, sempat mempertanyakan sosok Mr. James, yang diduga memiliki pengaruh besar dalam penempatan pejabat dan pengaturan proyek di perusahaan minyak dan gas milik negara.
Setelah hampir dua tahun tenggelam, nama Mr. James mencuat kembali dalam Diskusi Pegiat Energi, seiring dengan pengusutan kasus dugaan markup harga dalam impor minyak dan BBM periode 2018–2023.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pertamina harus mengimpor sekitar 1 juta barel minyak per hari, termasuk minyak mentah dan BBM (di luar LPG).
Besarnya kebutuhan ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui praktik rente.
Lantas apakah Mr. James yang disebut dalam diskusi ini adalah orang yang sama dengan nama James yang pernah disinggung dalam RDP?
Nama tersebut juga muncul bersama beberapa inisial lain, seperti ET/BT, HR, MRC, dan Kr. Inilah yang masih menjadi pertanyaan publik.
Menurut Nasir sosok yang dipanggil “Mr James” ini bisa mengatur jabatan hingga proyek yang tengah dikerjakan oleh Pertamina.
Sosok ini, diungkap Nasir merupakan salah satu orang kepercayaan Boy Thohir, kakak Menteri BUMN Erick Thohir. "Ini bisa mengatur jabatan hingga proyek yang tengah dikerjakan oleh Pertamina," kata Nasir.
Sementara berdasarkan penelusuran, juga terindikasi `Mr James` ini bernama asli Febri Prestyadi Soeparta yang merupakan salah satu orang kepercayaan Boy Thohir.
Febri Prestyadi Soeparta merupakan Boss PT Zerotech Nusantara, masuk dalam daftar perusahaan penunjang migas tercatat sebagai daftar jasa penunjang migas dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No 27/2008 tentang bidang usaha jasa konstruksi.
Diketahui PT Zerotech Nusantara menyediakan jasa tenaga kerja pengeboran, kerja ulang dan perawatan sumur.
Di website Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jakarta tercatat perusahaan Febri ini sudah terdaftar sejak 10 Maret 2008 di Kadin Jakarta.
Disampaikan juga bahwa sejumlah pejabat Pertamina sering kali dipanggil menghadap `Mr James` ini di kediamannya di Jl. Kertanegara, Jakarta ini untuk urusan jabatan dan proyek-proyek dalam lingkungan Pertamina.
Bahkan dikatakan bahwa dalam waktu dekat akan ada pergeseran posisi Direktur Utama Rokan, dan yang menggantikan merupakan orang dekat Mr James yaitu Chalid Said Salim.
"Jadi tentu ini perlu ditelusuri lebih jauh," katanya.
Nasir juga mempertanyakan apakah `Mr James` ini sengaja menjalankan perintah Boy Thohir untuk mencari proyek-proyek dalam lingkungan Pertamina.
Hal tersebut memiliki tujuan supaya bisa membantu Erick Thohir dalam masa pencalonan Wakil Presiden 2024 mendatang.
"Lalu, kapankah transparansi dalam penunjukan pejabat di lingkungan perusahaan ini akan bersih dan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pejabat tersebut bila pengaruh makelar jabatan masih sangat kuat," katanya.
Di lain sisi, Febri yang diduga Mr James juga pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2013 silam.
Ketika itu Febri diperiksa sebagai Pimpinan PT Zerotech Nusantara itu.
Riza Chalid
Nama Riza Chalid menang saat ini menjadi sorotan publik setelah putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu.
Menurut hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, MKAR diduga sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa serta berperan sebagai perantara dalam memenangkan tender impor minyak mentah.
Bersama dua tersangka lainnya dari sektor swasta, MKAR diduga telah menyepakati harga yang lebih tinggi sebelum proses lelang dimulai.
Akibatnya, negara mengalami kerugian finansial. Saat ini, MKAR telah resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba.
Mohammad Riza Chalid, atau Reza Chalid, adalah pengusaha Indonesia yang bergerak di berbagai sektor, seperti ritel mode, perkebunan sawit, industri minuman, dan minyak bumi. Karena dominasinya di bisnis impor minyak, ia dijuluki "Saudagar Minyak" atau The Gasoline Godfather.
Namanya kerap dikaitkan dengan kontroversi bisnis perminyakan, khususnya terkait Petral, anak usaha Pertamina berbasis di Singapura.
Bisnisnya diperkirakan bernilai US$30 miliar per tahun, dengan kekayaan mencapai US$415 juta, menempatkannya sebagai orang terkaya ke-88 dalam daftar Globe Asia 2015.
Riza lahir dari pasangan Chalid Rachmat bin Abdat dan Siti Hindun binti Ali Alkatiri. Ia menikah dengan Roestriana Adrianti (Uchu Riza) pada 1985 dan bercerai pada 2012.
Dari pernikahan ini, mereka memiliki dua anak: Muhammad Kerry Adrianto (lahir 1985) dan Kenesa Ilona Rina (lahir 1989).
Pada 1997, Riza mewakili PT Dwipangga Sakti Prima milik Mamiek Soeharto dan Bambang Trihatmodjo dalam pembelian pesawat Sukhoi di Rusia.
Perusahaan ini sebelumnya tersangkut kasus mark-up dalam pengadaan pesawat Hercules pada 1996. Dalam kunjungan itu, turut hadir Ginandjar Kartasasmita dan Jenderal Wiranto.
Nama Riza Chalid tidak hanya dikenal sebagai saudagar minyak, ia juga sempat terseret dalam skandal “Papa Minta Saham” bersama eks Ketua DPR RI Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoedin pada tahun 2015 silam.
Ia bersama Setya Novanto diduga meminta saham PT Freeport Indonesia sebesar 20 persen untuk diserahkan kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai kompensasi bila perpanjangan kontrak perusahaan asal Amerika Serikat yang akan habis pada tahun 2021 itu berjalan mulus.
Meskipun kasus ini menarik perhatian media dan publik, penanganannya menjadi sorotan akibat dugaan adanya intervensi politik yang melibatkan tokoh-tokoh besar Indonesia lainnya.
Namun lagi-lagi kasus tersebut tidak menemukan ujungnya, Kejaksaan Agung kemudian mengangkat skandal "Papa Minta Saham" sebagai bentuk permufakatan jahat dan dinamika ini berakhir dengan pengunduran Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019 kala itu.
Dia diketahui memiliki sejumlah perusahaan seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum YANG berbasis di Singapura dan terdaftar di Kepulauan Virgin.
Pada Desember 2015, ia melaporkan pencemaran nama baik terhadap akun Twitter palsu @Riza_Chalid yang menyebarkan informasi tidak benar tentang dirinya.
Hasil Penggeledahan
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penggeledahan penyidik dilakukan di salah satu rumah Riza Chalid yang juga mantan bos Petral itu di Jalan Jenggala II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Penggeledahan juga dilakukan di Lantai 20 Plaza Asia, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
"Mengenai rumah siapa yang digeladah, sudah dijelaskan tadi oleh Pak Direktur Penyidikan (Abdul Qohar). Nah, kita harapkan penggeledahan ini akan membuat semakin terang, membuka tabir tindak pidana yang sedang berproses saat ini," jelas Harli, Selasa (25/2/2025).
Tim penyidik Jampidsus juga sudah melakukan kegiatan hukum serupa di sejumlah lokasi.
"Sudah empat kali penyidik pada Jampidsus melakukan penggeledahan. Dan tadi (Senin) malam, penggeledahan juga dilakukan di tujuh tempat yang berbeda-beda," beber Harli.
Di antaranya, penggeledahan di salah-satu rumah di kawasan Bintaro dan di perkantoran di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Juga dilakukan di salah satu rumah yang berada di wilayah Pondok Aren, Jakarta Selatan.
"Ada juga dilakukan penggeledahan di rumah yang berada di daerah Cimanggis, dan rumah dinas di Cilandak. Juga penggeledahan yang dilakukan di rumah yang berada di kawasan Kebayoran Lama, juga di Keluruhan Cipete Selatan," jelas Harli.
Menurut Harli, penggeledahan serempak di tujuh lokasi tersebut terkait dengan penetapan tujuh tersangka korupsi ekspor impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Kasus yang terjadi sepanjang 2018-2023 itu merugikan keuangan negara Rp 193,7 triliun.
Apa hasil dari seluruh rangkaian penggeledahan tersebut, ada sejumlah uang yang berhasil disita, berupa 20 lembar uang pecahan 1.000 dolar Singapura.
Penyidik juga menemukan uang sebanyak dua ratus lembar pecahan 100 dolar AS dan uang 4.000 lembar pecahan Rp 100 ribu dengan total Rp 400 juta.
"Penggeledahan ini akan terus berkembang," kata Harli.
Sumber: MonitorIndonesia
Artikel Terkait
Heboh Kasus Pertamina, PSI Anggap Ahok Gagal Jadi Komisaris Utama
Siap-Siap! Penyidik Ambil Sikap Usai Erick Thohir Ketemu Jaksa Agung Jam 11 Malam
Koar-koar Mau Bongkar Borok Pertamina, Ahok Jangan Merasa Paling Suci
Megakorupsi Pertamina: Direksi Dibekuk, Komisaris Masih Aman?