POLHUKAM.ID - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri masih terus menyelidiki kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut Tangerang.
Sejauh ini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, Arsin selaku Kepala Desa (Kades) Kohod, Ujang Karta selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE lainnya selaku penerima kuasa.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan tidak menutup peluang pihaknya juga akan menetapkan tersangka baru dalam kasus ini.
Ia mengklaim penyidik masih akan mengembangkan aktor-aktor intelektual yang berada di belakang keempat pelaku.
Sebab, kata dia, aksi pemalsuan dokumen itu dilakukan mereka karena motif ekonomi.
Di sisi lain, Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri juga mulai menyelidiki dugaan korupsi di balik penerbitan SHGB-SHM tersebut.
Wakil Kepala Kortas Tipikor Polri Brigjen Arief Adiharsa menyebut penyelidikan itu resmi dimulai setelah menelaah laporan dari Dittipidum Bareskrim Polri.
Lalu, bagaimana langkah yang harus diambil Polri untuk bisa mengusut kasus ini secara tuntas?
Terkait hal ini, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar pun menyinggung soal UU Agraria.
Dalam beleid itu disampaikan SGHB atau SHM itu adalah hak milik yang melekat pada tanah atau bumi.
Artinya, seharusnya tidak pernah ada penerbitan SHGB maupun SHM yang diberikan selain yang ada di tanah atau bumi.
"Jadi jika diberikan di atas lautan, maka itu salah objek atau error in objecto, secara hukum itu batal demi hukum, karenanya sudah benar itu Menteri Agraria membatalkannya," kata Abdul, Minggu (2/3).
Abdul menyebut dalam kasus pagar laut ini, sudah sepatutnya pihak yang menerbitkan sertifikat itu diproses pidana. Sebab, mereka telah bertindak melebihi kewenangannya.
"Menerbitkan sertifikat tanah di atas lautan itu salah objek (error in objecto), bahkan bisa juga dituntut korupsi, karena diperkirakan mereka nenerima sesuatu ketika berani menerbitkan, Menteri Agrarianya saja heran dan bingung," ucap dia.
KPK ikut usut aktor utama hingga perusahaan
Karenanya, kata Abdul, proses pidana itu tidak boleh berhenti pada penetapan perangkat desa sebagai tersangka.
Pasalnya, jika dirunut lebih lanjut, ada potensi dugaan keterlibatan dari orang-orang di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam perkara tersebut. Termasuk, pihak perusahaan hingga aktor utama.
"Orang-orang BPN yang menerbitkan, seharusnya diproses pidana, demikian juga pihak pihak atau orang-orang yang memohon, termasuk perusahaan perusahaan yang memiliki SHM-SHGB di atas laut, kepala dan staf BPN Tanggerang yang menerbitkan semua harus jadi tersangka," tutur Abdul.
"Sertifikat laut dan pagar laut ini skandal penguasaan laut negara oleh kekuatan korporasi, yang tidak mustahil juga akan dijual pada pihak asing," imbuhnya.
Atas dasar ini, Abdul pun meminta keterlibatan aparat penegak hukum lainnya untuk turut serta dalam mengusut perkara ini. Sebab, Polri tak bisa bekerja sendiri.
"Ya seharusnya kejaksaan (Kejagung) atau KPK juga masuk atau didorong untuk ikut menyelesaikannya. Ini sudah fakta hukum yang jelas, karena itu harus ada pihak yang berani menerobos fakta-kata sosiologisnya dalam penegakan hukum, karena itu kita berharap kejaksaan atau KPK ikut menangani," ujarnya.
Usut BPN hingga aliran dana
Senada, pakar hukum pidana, Chudry Sitompul juga berpendapat Polri harus mengusut tuntas kasus ini. Termasuk, mendalami keterlibatan pihak lain di luar keempat tersangka tersebut.
"Prosesnya kan panjang, memang salah satu yang terlibat adalah kades, tapi kan itu kewenangan BPN, kalau misal lahannya enggak luas bisa kepala kantor, kalau luas kan itu harus kanwil," kata Chudry.
Chudry juga menyebut Polri harus melakukan penelusuran terkait aliran dana dalam perkara pagat laut ini.
Sebab, kata dia, jika ada perusahaan yang terlibat, maka akan ditemukan bukti aliran dana antara pemesan dengan penerima.
"Pengembangan kasus ini itu bisa dicari data aliran dananya, siapa yang memberikan modal, siapa yang memberikan dan siapa yang menerima," ujarnya.
Lebih lanjut, Chudry mengatakan kasus ini bisa menjadi pembuktian bagi Polri soal seberapa serius mereka mengungkap suatu perkara.
"Polisi ini mau mengungkap yang sebenarnya saja atau cuma mau memuaskan masyarakat. Kalau memang mau mengungkap yang sebenarnya, ya cari cara dong untuk membongkar para pihak yang terlibat," pungkasnya.
Sumber: CNN
Artikel Terkait
Golkar Dorong Kejagung Periksa Ahok di Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga
Erick Thohir Rapat dengan Jaksa Agung hingga Larut Malam, 86 Korupsi Pertamina Patra Niaga?
Miris! Kapolres Ngada NTT Ditangkap Terkait Dugaan Narkoba dan Pencabulan
Bukannya Kembalikan, Jaksa & Pengacara Tilap Rp 11,5 Miliar Uang Barang Bukti Kasus Robot Trading