POLHUKAM.ID - Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dituntut membuka secara terang benderang kasus dugaan pemufakatan jahat berupa pembantuan suap pada penanganan perkara terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024 di tingkat kasasi dan gratifikasi pada 2012–2022, yang menjeratnya.
Demikian pendapat Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Rabu 19 Februari 2025.
Menurut Dedi, Zarof yang seharusnya mengambil inisiatif untuk menjelaskan dan membuktikan sumber uang yang diterimanya sebagai makelar kasus di MA dalam persidangan, bukan menuntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membuktikannya.
"Yang perlu membuktikan asal usul uang itu tentu Zarof," kata Dedi.
Dedi mengatakan, apabila Zarof tidak dapat menjelaskannya, dan tidak ada rasionalilasi sumber uang, maka kuat dugaan uang dan emas yang disita merupakan hasil korupsi.
"Karena Zarof merupakan penyelenggara negara," kata Dedi.
Kondisi berbeda apabila kasus tersebut menimpa masyarakat biasa yang tidak memiliki jabatan apa pun di instansi hukum. Maka, Kejaksaan perlu membuktikannya secara detil dan transparan dugaan suap yang diterimanya.
"Berbeda jika Zarof sebagai sipil, maka Kejaksaan yang perlu membuktikan," tutup Dedi.
Sebelumnya, penasihat hukum Zarof, Erick Paat, mengatakan, surat dakwaan penuntut umum tidak menguraikan secara lengkap kejadian perkara sehingga membuat beberapa hal dalam dakwaan tersebut menjadi kabur.
"Kami meminta dakwaan penuntut umum dinyatakan batal demi hukum dan terdakwa dikeluarkan dari tahanan," ujar Erick dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin 17 Februari 2025.
Dalam kasus tersebut, Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim uang senilai Rp5 miliar serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012-2022.
Atas perbuatannya, Zarof disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sumber: rmol
Artikel Terkait
Bicaranya Lantang, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Tidak Menyesal Masuk Penjara: KPK Harus Berani Periksa Keluarga Jokowi!
Ternyata Hasto Kristiyanto Sosok yang Sebabkan Harun Masiku Kabur
KPK Bicara Soal Kemungkinan Pemeriksaan Megawati setelah Penahanan Hasto
Ditahan KPK, Hasto Kristiyanto Sempat Berharap Tak Dibui, Singgung soal Demokrasi