Prabowo Perintahkan Kapolri hingga KPK Sikat Koruptor, Bidik Siapa?

- Rabu, 12 Februari 2025 | 21:20 WIB
Prabowo Perintahkan Kapolri hingga KPK Sikat Koruptor, Bidik Siapa?




POLHUKAM.ID - Presiden Prabowo Subianto menyatakan dirinya telah memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri. 


Namun, hingga 100 hari pemerintahan berjalan, belum ada satu pun yang melapor dan mengembalikan hasil korupsi.


"Saya katakan sudah 100 hari mbok sadar, mbok bersihkan diri ya kan. Hai koruptor-koruptor yang kau curi mbok kembaliin untuk rakyat. Kalau malu-malu nanti kita cari cara yang enggak malu. Tapi mbok ya kembaliin," ujar Prabowo saat menghadiri Pembukaan Kongres Ke-XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Jatim International Expo (JIExpo), Surabaya, Senin 19 Februari 2025.


Prabowo menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi dan mempersilakan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para koruptor. 


"Saya tunggu 100 hari, 102 hari, 103 hari ini sudah 100 berapa hari ya. Apa boleh buat, ya terpaksa lah Jaksa Agung, Kapolri, BPKP, KPK silakan," tegasnya.


Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menilai instruksi tegas Presiden Prabowo terhadap aparat penegak hukum Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK terkait pemberantasan korupsi patut diapresiasi. 


Namun, ia menegaskan bahwa langkah tersebut harus dimulai dengan pembersihan dari dalam institusi penegak hukum itu sendiri.


"Ya pertama-tama kita mesti apresiasi ya, direksi presidennya arahan presiden ya terhadap aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku tindak pidana khususnya tindak-tindakan korupsi gitu kan. Tapi yang lupa dari Presiden Prabowo kemukakan adalah penindakan terhadap pelaku korupsi itu mestinya harus dimulai dari internal penegak hukum itu sendiri. Kemarin kita baru menyaksikan betapa sejumlah pejabat di Polres Jakarta Selatan dinyatakan melakukan pemerasan dalam jabatan melakukan penerimaan suap. Itu kan korupsi juga," kata Huda, Selasa (11/2/2026).


Menurut Huda, langkah pertama yang harus dilakukan Jaksa Agung dan Kapolri adalah memastikan bahwa institusi mereka bersih dari praktik korupsi. 


Tanpa itu, kata dia, publik akan tetap ragu terhadap keseriusan penegakan hukum. 


Terlebih, masih ada persepsi bahwa tindakan hukum yang dilakukan bisa jadi sarat dengan muatan politik.


"Sekarang kan ada semacam ketidakpercayaan masyarakat. Apa benar ini adalah upaya penegak hukum atau balas tentang politik. Misalnya Tom Lembong jadi tersangka yang gak jelas apa sebenarnya kerja negara yang jadi timbulkan keraguan bagi masyarakat. Apakah Kejaksaan Agung sebenarnya sedang menjalankan tindakan penegakan hukum atau balas tentang politik karena perbedaan pilihan politik sebelumnya misalnya begitu," ujarnya.


Di sisi lain, Huda berpandangan dalam 100 hari kerja kabinet Prabowo-Gibran belum terlihat adanya keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. 


Ia mencontohkan kasus pagar laut yang dinilainya ada indikasi tindak pidana korupsi.


"Belum tergambar, belum terlihat secara serius. Itu sekian hektar laut punya sertifikat. Itu kalau gak ada korupsinya gak mungkin itu bisa terjadi. Apa yang dihasilkan oleh penyelidikan Bareskrim misalnya terkait dengan dugaan praktek korupsi dalam penerbitan sertifikat tersebut? Ini yang harus dibongkar ke publik supaya publik percaya," imbuhnya.


Ia juga menyoroti perlunya investigasi terhadap dugaan korupsi yang lebih luas, termasuk yang terjadi di proyek infrastruktur besar. 


"Ada beberapa jalan tol, pembangunan jalan tol yang diduga ada korupsinya. Kenapa gak itu yang diangkat ke permukaan? IKN itu udah berapa puluh triliun masuk ke situ. Jadi barang busuk kayak gitu kan. Kenapa itu gak diangkat gitu loh?"


Namun demikian, Huda mengungkap adanya tantangan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya masih adanya aparat-aparat hukum yang terlibat kasus rasuah. 


"Tantangan terbesarnya adalah aparat penegak hukum yang gak bersih, pengadilan yang tidak bersih. Kita tahu ya, Zarof Ricar punya Rp 220 miliar dari mana itu duitnya? Jangan-jangan benar seperti disinyalir selama ini itu adalah duit yang dititipkan oleh sejumlah petinggi Mahkamah Agung berhubungan dengan pengurusan perkara," ujarnya


Ia juga menilai ketidakjelasan kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi, seperti Firli Bahuri, juga semakin memperburuk citra penegakan hukum di mata masyarakat. 


"Mana Firli Bahuri itu sudah jadi tersangka berulang-ulang tahun, gak jelas kasusnya. Sementara untuk kasus semudah itu saja, katanya ada orang peras, ada yang diperas, ada uang yang diserahkan, maksudnya mudah sekali. Tapi kalau memang tidak terbukti harus dihentikan dong gitu loh. Ini dihentikan tidak, dilanjutkan tidak. Nah terus apa? Publik ya tidak percaya," jelasnya.


Sumber: Liputan6

Komentar

Terpopuler