Menanti Airlangga Tergelincir Korupsi Minyak Goreng

- Sabtu, 08 Februari 2025 | 11:10 WIB
Menanti Airlangga Tergelincir Korupsi Minyak Goreng




POLHUKAM.ID - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diketahui sudah pernah diperiksa penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sebagai saksi kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya.


Bahkan, dalam dakwaan Lin Che Wei, jaksa juga memasukkan nama Airlangga terutama dalam kaitan pengambilan kebijakan izin ekspor padahal tengah terjadi kelangkaan minyak di dalam negeri.


Kejagung menduga terdapat kebijakan yang ditengarai merugikan keuangan negara terkait fasilitas ekspor CPO dan krisis minyak goreng pada 2022. 


Dalam perkara ini, sejumlah terdakwa telah mendapatkan vonis. Ada juga pelaku dari unsur perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. 


Adapun kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yakni sebesar Rp6,47 triliun.


Kini publik kembali menyoroti dugaan keterlibatan Airlangga Hartarto dalam kasus korupsi itu yang kini tak ada informasi perkembangannya di Kejagung itu.


Berikut ini, fakta seputar kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO yang melibatkan nama Airlangga sebagaimana dirangkum, Sabtu (8/2/2025):


Bahwa Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor bahan baku minyak goreng (CPO) di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta pada pada 24 Juli 2023 silam.


Perannya sebagai Menko Perekonomian menjadi fokus bagi penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) karena hubungannya dengan kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan kerugian negara dan kesulitan bagi masyarakat.


Melalui pemeriksaan ini, Airlangga menjawab 46 pertanyaan dari penyidik. Namun, Airlangga tidak memberikan keterangan lebih detail terkait pertanyaan yang diajukan oleh penyidik.


Kala itu, pemeriksaan Airlangga ini berlangsung di tengah isu yang berkembang tentang desakan Dewan Pakar Partai Golkar untuk mengganti Airlangga dari posisi ketua umum.


Mulanya, rumor pemeriksaan Airlangga berhembus pada Selasa (20/8/2024). 


Namun demikian Kejaksaan saat dikonfirmasi justru belum mendapatkan informasi pemeriksaan mantan menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf tersebut.


Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar saat dikonfirmasi mengatakan belum ada informasi dari penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) soal rencana pemeriksaan lanjutan pada kasus tersebut. 


Penyidik, kata dia, sebenarnya tengah berfokus menuntaskan perkara korupsi izin ekspor minyak goreng dengan tersangka tiga perusahaan. 


"Saat ini korporasi sedang proses persidangan. Belum ada info (pemeriksaan Airlangga), kalau ada kita sampaikan ya,” katanya.


Sementara dari panggung Munas Golkar, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita saat itu menyatakan juga tidak mengetahui kabar pemeriksaan mantan Ketua Umum Golkar itu hari ini. 


“Terus terang kami belum dengar karena lagi sibuk Rapimnas [rapat musyawarah nasional] dan tidak tahu kalau pak Airlangga harus jalani proses hukum,” kata Agus di sela kegiatan Rapimnas dan Munas Golkar.


Perkembangan terakhir penyidikan


Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar pada Minggu, 11 Agustus 2024 silam sempat menyatakan 


"Jika ada perkembangan dan pemeriksaan terkait kasus ini akan kami info."


Termasuk kemungkinan pemeriksaan Airlangga Hartarto. Harli memastikan akan menyampaikan informasinya bila Airlangga kembali dipanggil untuk diperiksa dalam pengusutan dugaan rasuah itu. 


"Jika itu pun ada (pemeriksaan Airlangga) akan kami info kan," ungkapnya.


Adapun Kejagung mengungkap hasil penyelidikannya pada Selasa (19/4/2022) silam dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. 


Tanpa disangka-sangka, salah satu tersangka korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya adalah Indrasari. 


Tiga tersangka lainnya adalah Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, dan General Manager bagian General Affairs PT Musi Mass Picare Togar Sitanggang. 


Beberapa saat kemudian, Lin Che Wei alias Weibianto ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (17/5/2022). 


Jaksa Agung ST Burhanuddin sempat mengatakan, kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya melibatkan pejabat Kemendag, yaitu Indrasari. 


Ketika terjadi kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng pada akhir 2021 hingga Maret 2022, pemerintah melalui Kemendag memutuskan untuk menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price obligation (DPO). 


Hal tersebut berlaku untuk perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya.  Di sisi lain, pemerintah juga menetapkan harga eceran tertinggi minyak goreng sawit. 


Pada saat itulah Indrasari disebut melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya. 


Ada tiga perusahaan yang mendapat persetujuan itu, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Musim Mas. 


Ketiga perusahaan ini mendapat persetujuan padahal tidak memenuhi persyaratan karena belum memenuhi kewajiban DPO. 


Kejagung juga mendapati temuan, Lin bekerja sama Indrasari untuk mengondisikan perusahaan yang akan mendapatkan izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya. 


Lima terdakwa kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 1-3 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (4/1/2022). 


Indrasari dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta subsider dua bulan pidana kurungan dan Master dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 100 juta subsider dua bulan pidana kurungan. 


Sementara Lin Che Wei, Pierre Togar, dan Stanley MA dijatuhi hukuman satu tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsider dua bulan pidana kurungan. 


Setelah lima terdakwa divonis, Kejagung memanggil Airlangga untuk dimintai keterangan sebagai saksi guna mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya. 


Namun, eks Menteri Perindustrian itu sempat mangkir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan pada Selasa (18/7/2023). 


Kejagung kemudian meminta Airlangga agar kooperatif menghadapi kasus yang menyeret namanya. 


Airlangga baru memenuhi panggilan Kejagung pada Senin (24/7/2023). Saat tiba di Kejagung, ia tidak memberikan keterangan apa pun kepada awak media.


Airlangga tergelincir?


Nama Airlangga ikut terserat lewat Lin Che Wei yang merupakan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. 


Diketahui bahwa dalam tim itu, Lin Che Wei mengurusi bidang pangan dan pertanian sehingga ia turut mengurus kelangkaan minyak goreng sebagai produk turunan kelapa sawit. 


Menurut para penyidik di Kejagung, para terdakwa korupsi minyak goreng, termasuk Lin Che Wei, berulang kali menyebut nama Airlangga Hartarto dan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang berperan besar dalam membuat kebijakan penanganan kelangkaan minyak goreng.


Penyidik mulai menggali peran Airlangga dan Lutfi dalam dalam pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022. 


Pertanyaan penyidik kepada Lin Che Wei hanya berfokus pada peran Airlangga dan Lutfi dalam kebijakan minyak goreng serta penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 


BPDPKS adalah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang mengelola pungutan ekspor dari perusahaan sawit. Sementara Airlangga Hartarto menjabat Ketua Komite Pengarah BPDPKS.


Pada 2021 silam, dana yang terkumpul di BPDPKS mencapai Rp 71,6 triliun. Penentu penggunaan alokasi dana BPDPKS adalah Komite Pengarah BPDPKS. 


Namun dana BPDPKS belum sempat dikucurkan karena aturan pengendalian harga minyak goreng berganti. 


Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 gagal mengembalikan stok minyak goreng.


Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan saat itu menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 pada 24 Januari 2022. 


Aturan itu menerapkan larangan terbatas kepada produsen mengekspor minyak sawit mentah dan sejumlah produk turunannya untuk menjaga stok domestik. Namun demikian minyak goreng tetap langka.


Tak lama kemudian, keluarlah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 pada 15 Februari 2022. 


Aturan ini mewajibkan perusahaan memasok 20 persen total ekspor CPO mereka untuk kebutuhan dalam negeri, yang dikenal dengan sebutan domestic market obligation (DMO). 


Perusahaan yang memenuhi rasio itu akan mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.


Kejaksaan Agung menemukan penyelewengan dalam pengambilan kebijakan penyelesaian kelangkaan minyak goreng. Dari aturan yang berganti-ganti itu, jaksa menilai ada kerugian negara. 


"Kami sedang mengusut perbuatan signifikan yang melawan hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana kala itu.


Bahwa Airlangga diduga mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan. 


Dalam sebuah pemeriksaan, Lin Che Wei mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga mengenai persoalan minyak goreng. 


Pada 27 Januari 2022, misalnya, dia diminta Airlangga membuat presentasi implementasi distribusi minyak goreng serta penghitungan kebutuhan dana BPDPKS. 


Lin Che Wei juga melaporkan berbagai hasil rapat dengan pengusaha kelapa sawit yang membahas kelangkaan minyak goreng. 


Lin Che Wei juga mengaku menghadiri berbagai rapat bersama Komite Pengarah BPDPKS yang dipimpin Airlangga. Rapat itu mengundang narasumber utama BPDPKS pada periode Januari-awal Februari 2022. 


Kala itu, Narasumber utama BPDPKS terdiri atas empat pengusaha kelapa sawit, yakni Franky Oesman Widjaja dari Sinar Mas Group; Martias Fangiono dari First Resources; Martua Sitorus, pendiri Wilmar Group; dan Arif Patrick Rahmat dari PT Triputra Agro Persada. 


Dalam rapat itu, Airlangga memimpin keputusan menyalurkan Rp 7 triliun subsidi minyak goreng dari dana BPDPKS.


Penyidik Kejaksaan Agung menyebut Lin Che Wei sebagai penghubung pengusaha kelapa sawit dengan Airlangga dan Lutfi. 


Misalnya, dalam perubahan kebijakan menjadi skema larangan terbatas pada rapat 24 Januari 2022. Lutfi meminta Lin Che Wei menyampaikan perubahan itu kepada Airlangga. 


Tiga hari kemudian, Lutfi membahas perubahan kebijakan tersebut bersama para narasumber utama BPDPKS tersebut.


Seorang sumber di Kejaksaan Agung mengatakan Airlangga mengetahui semua isi rapat antara Lin Che Wei, Kementerian Perdagangan, dan para pengusaha kelapa sawit. 


Meski jaksa belum menemukan Airlangga mendapatkan keuntungan finansial dari perannya dalam kasus ini, kebiiakan-kebijakannya cenderung menguntungkan pengusaha sawit.


Dengan kesaksian dan pernyataan Lin Che Wei, jaksa meluaskan pertanyaan untuk Airlangga. 


Tak hanya mengenai dampak kerugian negara akibat kelangkaan minyak goreng, jaksa juga bertanya ihwal penggunaan dana sawit BPDPKS untuk subsidi produksi biodiesel B30. 


Subsidi ini diberikan kepada pengusaha sebagai insentif produksi campuran solar dan minyak nabati dengan rasio 70:30 persen itu.


Dua jaksa mengatakan kerugian negara akibat penggunaan dana sawit ini mencapai triliunan rupiah. Ketika dimintai konfirmasi soal ini, Ketut tidak menampik hitungan jaksa. 


"Tapi saya belum mendapatkan informasi detailnya," katanya. 


"Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah? Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor". 


Sumber: MonitorIndonesia

Komentar