Butet Kartaredjasa dan Guyon Parikeno yang Berbuntut Pelaporan ke Polisi   

- Rabu, 31 Januari 2024 | 23:00 WIB
Butet Kartaredjasa dan Guyon Parikeno yang Berbuntut Pelaporan ke Polisi    

 

Terkait yang dia sampaikan di kampanye, Butet Kartaredjasa mengaku menempatkan diri sebagai punakawan yang mengingatkan kesatria dengan cara bercanda.

Dia menyebut, ada ratusan pengacara yang siap mendampinginya menghadapi pelaporan.  

HILMI S-DWI AGUS, Bantul

KATA Milan Kundera, sepenuh-penuhnya hidup itu ketika kita tertawa. ’’Hidup itu harus gembira: melihat, mendengar, menyentuh, minum, makan, pipis, beol, menyelam dan menyaksikan langit, tertawa serta menangis,’’ tulis novelis Prancis kelahiran Cekoslowakia itu dalam bukunya yang terkenal, Kitab Tertawa dan Melupakan.

Entah apakah Butet Kartaredjasa mengacu ke Kundera ketika berada di atas panggung kampanye akbar Ganjar Pranowo di Alun-Alun Wates, Kulon Progo, Jogjakarta, Minggu lalu. Yang pasti, seperti diakuinya kemarin (30/1), yang dia sampaikan adalah ’’guyon parikeno’’.

Dalam khazanah kultur Jawa, guyon parikeno adalah kritik yang disampaikan dengan cara bercanda. Seperti kritik para punakawan dalam pewayangan kepada para kesatria yang diasuh.

Guyonan dipilih dengan tujuan tidak menyakiti. Namun, memiliki esensi kuat tentang kritik. ’’Harapannya, kesatria yang diajak bercanda ini dicubit tidak merasa sakit. Kalau tidak merasa sakit ya dijewer, tendang bokonge (pantatnya). Itulah tradisi guyon parikeno, bagian dari kultur Jawa yang hebat,’’ katanya kepada belasan wartawan yang menemuinya di rumahnya di Bantul, Jogjakarta, termasuk Jawa Pos dan Jawa Pos Radar Jogja.

Baca Juga: Terjatuh saat Melaut di Perairan Nguling, Nelayan asal Gadingrejo Menghilang

Tapi, apa yang dimaksud Raja Monolog itu sebagai guyon parikeno ternyata berbuntut pelaporan dirinya oleh DPD Projo (Pro Jokowi) Jogjakarta ke Polda Jogjakarta kemarin. Butet dianggap melontarkan ujaran kebencian dalam orasinya. Dengan menyebut hewan yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.

Dalam orasi, sebagaimana bisa disaksikan dalam video di sejumlah platform, Butet bertanya kepada khalayak yang hadir apa yang biasanya ’’ngintil’’ atau membayangi alias mengikuti dalam bahasa Jawa.

Yang hadir kemudian menjawab wedus alias kambing. ’’Wedus kok mendukung paslon,’’ kata Butet dalam orasinya. 

Selain orasi, dalam kampanye yang dihadiri Ganjar itu Butet juga membacakan Pantun Hajatan Rakyat yang telah disiapkan secara tertulis. Sementara itu, orasi adalah narasi spontanitas sebelum membacakan pantun.

’’Kata binatang yang mana? Wedus? Nek ngintil itu saya bertanya ke khalayak yang ngintil siapa, (lalu dijawab) wedus. Berarti tukang ngintil kan wedus. Itu tafsir, apakah saya nyebut nama Jokowi?’’ katanya.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: radarbromo.jawapos.com

Komentar