KEPATIHAN, Radar Jember - Kasus pencabulan yang dilakukan oleh oknum pegawai Perhutani terhadap siswi SD berusia 11 tahun, di Jember pada tahun lalu sempat menyita perhatian. Sayangnya, baru-baru ini kepolisian menghentikan penanganan perkara tersebut.
Pihak keluarga korban membuat laporan ke Polres Jember pada Februari 2023. Oknum Perhutani yang berinisial S, 52, diketahui merupakan paman kandung korban sendiri. Statusnya saat ini masih sebagai pegawai Perhutani KPH Jember.
Kasus itu terkuak saat korban menceritakan perbuatan bejat pamannya kepada guru di sekolahnya. Kemudian, guru menceritakan kepada orang tua korban dan bersama-sama melaporkan ke Polres Jember.
Kasat Reskrim Polres Jember AKP Abid Uwais Al Qarni Aziz mengatakan, pihaknya sudah mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) atas kasus pencabulan tersebut. Dikatakan, penanganan perkara dihentikan sebelum dia menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jember.
Dia mengulas kembali isi dokumen berita acara penyidikan yang akhirnya dikeluarkan SP3. Alasan penyidikan dihentikan karena saksi yang minim. Selain itu, keluarga korban sendiri yang mencabut laporan itu secara mendadak.
Menurutnya, keluarga korban menghentikan kasus tersebut karena melihat hasil visum yang tidak ditemukan tanda trauma pada korban. “Minimnya saksi pada saat atau sebelum kejadian. Dan juga kakak korban didampingi oleh suaminya mencabut laporan dengan alasan korban akan dimasukkan ke pondok pesantren,” bebernya, Selasa (16/1) lalu.
Lebih lanjut, Uwais menjelaskan, penghentian kasus pencabulan tersebut tidak disebabkan barang bukti yang lemah. Apalagi keterangan bohong dari saksi. “Setiap laporan yang masuk pasti kami proses. Terlepas nanti hasilnya bagaimana, kan biar fakta di lapangan. Dan bukti-bukti yang menjawab apakah itu benar atau tidak. Dan bisa diproses atau dihentikan penyidikannya,” papar Uwais.
Meskipun SP3 diterbitkan, pihak kepolisian masih bisa membuka kembali perkara dengan melakukan penyidikan ulang. Jadi, bukan berarti kasus dihentikan secara mutlak. “Jika ada bukti petunjuk baru. Jadi, tidak tertutup kemungkinan dibuka lagi (kasusnya, Red),” jelasnya.
Selain mencabut perkara di kepolisian, pihak keluarga korban juga diketahui mencabut kuasa hukum, Ruli Oktavia Saputri, yang ikut menangani perkaranya. Ruli mengaku tidak mengetahui alasan kuat yang membuat keluarga korban mencabut statusnya sebagai kuasa hukum. “Saya dicabut sebagai kuasa hukum dan yang mencabut kakak korban. Tidak tahu alasannya. Padahal, saya rela menjadi pengacara secara pro bono atau tanpa bayaran,” ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Administratur (Waka) Perhutani KPH Jember Desianus mengatakan, pihaknya sudah memberikan sanksi kepada S yang diduga melakukan pencabulan terhadap siswa SD, yang merupakan keponakannya sendiri. Sanksi itu diberikan dengan penurunan jabatan terhadap S. Awalnya menjadi mandor di hutan Perhutani Jember, dimutasi menjadi penjaga malam.
Dijelaskan, pihaknya tidak bisa memberlakukan tindakan apa pun atas kepegawaian S. “Karena masih menunggu proses hukum kepolisian. Sementara jadi penjara malam, sehingga masih tetap bekerja dan menerima hak-haknya, termasuk gaji,” terangnya. (sil/c2/dwi)
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: radarjember.jawapos.com
Artikel Terkait
WNA Jerman Kuasai 34 Sertifikat Tanah di Bali, Sudah Jadi Tersangka!
KPK Ungkap Bank Indonesia Terlibat Korupsi Triliunan Rupiah, Disalurkan ke Seluruh Anggota Komisi XI DPR RI
Bareskrim Polri Tetapkan Eks Pegawai BPOM sebagai Tersangka Kasus Pemerasan dan Gratifikasi
NCW Ungkap Cak Imin Bawa Istri Sejak Timwas Haji 2022