Dengan Alasan Kamar Inap Kelas 3 Penuh, Di RS Pelabuhan Palembang Pasien KIS Diminta Jadi Pasien Umum Serta Diminta Uang Jaminan Jutaan

- Minggu, 07 Januari 2024 | 03:30 WIB
Dengan Alasan Kamar Inap Kelas 3 Penuh, Di RS Pelabuhan Palembang Pasien KIS Diminta Jadi Pasien Umum Serta Diminta Uang Jaminan Jutaan



polhukam.id - Nasib malang dialami anak balita bernama Muhammad Raka Hendriansyah di Palembang. Pasalnya BPJS Kartu Indonesia Sehat (KIS) miliknya ditolak oleh pihak Rumah Sakit Pelabuhan Palembang dengan alasan ruang rawat inap kelas 3 penuh, tapi diminta menjadi pasien rawat inap di kelas 2 dengan menjadi pasien umum dan diminta uang jaminan untuk dilayani perawatannya.

Muhammad Yamin Rasyid mengatakan, kronologisnya cucunya bernama Muhammad Raka Hendrianyah ini kena demam panas, mencret dan muntahnya dari pagi sampai Isya pada Jumat malam sampai 20 kali.

"Jadi saya bawa ke RS Ar Rasyid. Saat tiba di RS Ar Rasyid kondisinya di ruangan IGD sudah sangat penuh dan antriannya panjang. Jadi perawat RS Ar Rasyid mengatakan, saat kondisi antrian sangat panjang. Perawat Ar Rasyid meminta maaf dan berkata kalau mau menunggu silakan tapi kalau mau di rawat sekarang ini di emergency ini full.

Saya memang benar melihat akhirnya saya bilang izin untuk bawa pulang saja jadi akhirnya saya bawa ke Rumah Sakit Az Zahra.

Ternyata di RS AZ Zahra ternyata juga sudah full, dan tidak ada ruangan maka cucu saya dirujuk ke RS Pelabuhan Palembang karena rumah sakitnya besar dan banyak ruangan. Jadi saya bawa cucu saya ke RS Pelabuhan Palembang," ujarnya saat diwawancara, Sabtu (06/01/24).

 
Setiba di RS Pelabuhan Palembang, sambung dia, cucunya dicek dan kata dokternya harus dirawat.

"Kata dokter, harus dirawat jadi kami disuruh cari kamar. Begitu cari kamar, kata perawat di RS Pelabuhan Palembang tidak ada kamar kosong untuk kelas 3  BPJS yang menggunakan KIS. Terus kami ajak musyawarah tolong dirawat dulu kami bilang sepengalaman kami waktu berpengalaman di Siti Khodijah.

Kami pernah bawa orang tua kami dalam keadaan sakit kritis tapi di Siti Khodijah dirawat dulu dan dititipkan sementara di kelas 1, ketika ruang rawat inap di kelas 3 ada yang kosong pasien langsung pindahkan ke kelas 3.

Saya sudah sampaikan itu di rumah sakit pelabuhan itu, bahwa di rumah sakit Siti Khadijah pasien KIS bisa dirawat dengan menggunakan kartu KIS walaupun kamar kelas 3 penuh, tapi dititipkan sementara diruang rawat inap kelas 1 untuk sementara. 

Saya minta tolong agar cucu saya diberi perawatan, akhirnya perawat Rumah Sakit Pelabuhan Palembang bicara kalau mau solusi bisa memberikan rawat inap tapi dengan status pasien umum.

Karena ruang rawat inap kelas 3 penuh maka dialihkan ke ruangan rawat inap kelas 2 dengan status pasien umum, karena ruang rawat inap kelas 2 penuh maka dipindahkan ke ruang rawat inap kelas 1.

Tapi dihitung pasien rawat inap kelas2. Mereka bilang ada ruangan rawat inap tapi untuk kelas 2 dengan status pasien umum.  Jadi aku kesal kenapa bisa dirawat inap kalau untuk umum.

Bukan karena saya ada uang, intinya kalau memang ingin rawat tolonglah dirawatlah dulu cucu saya. Tapi pakailah dulu rasa kemanusiaan itu rumah sakit pelabuhan sangat berat," bebernya.

"Begitu kami sudah daftar umum baru diberi perawatan cucu kami. Kami juga tidak banyak uang untuk jaminan tiba-tiba saat di kasir itu kita dipinta jaminan uang jaminan Rp 1,5 juta untuk uang jaminan.

Saya baru bawa uang cuma Rp700.000 untuk Pampers, untuk makan karena memang anak saya susah kerjanya hanya penjual bensin eceran dalam  sebotol itu hanya untung Rp 2.000 itu dalam sehari hanya laki beberapa botol saja menjual bensin.

Jadi kami kecewa dengan pelayanan di rumah sakit Pelabuhan Palembang. Saya kakeknya sangat khawatir kalau dipindah-pindahkan lagi ke rumah sakit lain, maka bisa meninggal di jalan cucu saya.

Jadi kami ributkan di rumah sakit Pelabuhan Palembang, tapi petugas RS Pelabuhan Palembang masih nak memaksakan kehendak mereka, memaksakan kami tetap bayar uang jaminan. Akhirnya kami berusaha mencarikan uang untuk uang jaminan Rp 1,5 juta jadi kami rasa kekecewaan," jelasnya.


Yamin berharap, depan jangan sampai terjadi lagi kejadian seperti cucunga.

"Kalau peraturan seperti ini diterapkan orang miskin Indonesia ini berobat di rumah sakit bisa mati di jalan, karena tidak dilayani ini jangan sampai terjadi lagi cukuplah kami saja. Ini akan berusaha mencari uang perawatan itu karena prediksi dari rumah sakit itu kalau 3 malam kami bisa membayar hingga Rp 4 juta.

Kami akan mencari uang pinjaman, yang penting cucu kami dirawat. Tapi kalau masyarakat lain yang benar benar tidak memiliki uang, seperti apa bisa mati di jalan.

Jadi dengan adanya kejadian yang kami alami, harapan kami itulah kepada pemerintah juga tolong ditinjau ditindaklanjuti rumah sakit seperti Rumah Sakit Pelabuhan Palembang ini.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: ketikpos.com

Komentar