Sejumlah Orang Diduga Jadi Korban Penipuan Investasi Hotel Senilai Puluhan Miliar Melapor ke Polda DIY

- Sabtu, 06 Januari 2024 | 11:30 WIB
Sejumlah Orang Diduga Jadi Korban Penipuan Investasi Hotel Senilai Puluhan Miliar Melapor ke Polda DIY

YOGYAKARTA, polhukam.id- Sejumlah orang pemilik saham PT Garuda Mitra Sejati ( GMS ) yang diduga menjadi korban penipuan investasi hotel di Yogyakarta telah melaporkan terduga pelaku dengan inisial SKN ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Laporan ini telah tercatat di POLDA DIY dengan nomor LP/B/951/XII/2023/SPKT/POLDA DIY.

Para pemilik saham itu melaporkan SKN yang telah membeli 24 lembar saham PT. GMS namun membayar dengan tukar guling aset yang berujung pada kerugian PT tersebut.

Penasihat Hukum para pemegang saham PT. GMS yang menjadi korban penipuan, Julius Rutumalessy menjelaskan, bahwa awalnya PT. Garuda Mitra Sejati (GMS) menawarkan penambahan saham kepada para pemegang saham pada tahun 2018. Saat itu, para pemegang saham ditawarkan 49 lembar saham dengan harga perlembar Rp 1,160 miliar.

"SKN selaku Direktur Utama ikut serta dengan mengambil 24 lembar. Pembayarannya berdasarkan RUPS (rapat umum pemegang saham) pada waktu itu disepakati secara tunai," katanya dalam keterangan pers di Kota Jogja, Jumat (5/1/2024).

Ternyata dalam praktiknya SKN tidak membayar saham sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Bahkan, dari puluhan cek hanya satu yang bisa dicairkan oleh PT. GMS.

"Nah, SKN ini membayar dengan menerbitkan 24 lembar cek atau bilyet giro yang masing-masing cek bernilai Rp 1,160 miliar. Kemudian dalam prosesnya ternyata cek ini tidak bisa dicairkan, sampai jatuh tempo di bulan Mei 2018 hanya satu lembar cek yang bisa dicairkan," ungkap Julius.

Setelah 10 bulan kemudian atau tepatnya di bulan Maret 2019. Ternyata pihak direksi PT. GMS melakukan sebuah tindakan yang tidak terlebih dahulu dikomunikasikan dengan para pemegang sahamnya yang secara sepihak mengambil tindakan-tindakan yang menguntungkan terduga pelaku SKN yang saat itu menjabat Direktur Utama.

" Menguntungkannya itu, antara lain, pertama meskipun 23 cek tersebut tidak bisa dicairkan namun pembelian saham tidak dibatalkan. Kedua, modal pembayaran yang disepakati pembayaran tunai tapi secara sepihak diubah menjadi tukar guling dengan aset yang dimiliki saudara SKN. Artinya, tidak ada setoran modal dalam proses pembelian saham itu kepada PT. GMS. Yang terjadi adalah proses tukar guling dengan asetnya berupa sebidang tanah yang di atasnya berdiri Hotel di kawasan Kota Jogja," terang Julius.

Selain itu, Julius menilai proses tukar guling yang dilakukan SKN secara hukum bermasalah.

" Proses tukar guling pun secara hukum bermasalah karena dilakukan di bawah tangan, tidak ada akta notariilnya, kenapa, Karena aset yang mau ditukargulingkan hingga saat ini masih dijaminkan di Bank Bukopin oleh SKN untuk keperluan perusahaannya yang lain," ujarnya.

Juylius menamabhakn karena tidak diakta notariil-kan, proses penyertaan modalnya menjadi bermasalah. Pasalnya secara normal dalam praktik hukum, ketika seseorang menyertakan modal berupa aset maka harus ada akta inbreng untuk memasukkan aset itu menjadi aset perusahaan.

"Tapi karena proses ini bermasalah, asetnya masih dijaminkan di Bukopin akhirnya tidak bisa dibuatkan akta nota riil, maka akta inbreng pun tidak terjadi. Sehingga efeknya sampai sekarang aset itu masih atas nama SKN belum atas nama PT. GMS," katanya.

Kerugian yang timbul, imbuh Julius, antara lain, pertama karena tidak jadi pembayaran tunai, PT. GMS tidak jadi mendapatkan tambahan modal dari 24 saham yang diambil SKN, atau sekitar Rp 26 miliar," katanya.

Bahkan, PT. GMS yang menaungi usaha di bidang mall dan perhotelan yaitu Jogja City Mall, Sleman City Hall dan Hotel Rich ini harus menanggung beban utang SKN di Bank Bukopin.

"Kedua, PT. GMS harus menanggung beban utang ke Bukopin karena aset yang ditukargulingkan oleh SKN masih dijaminkan SKN dan belum lunas pembayarannya," ujarnya.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: cakrawala.co

Komentar