Kamis, 21 Desember 2023
Pemerintahan Prancis sedang menghadapi krisis politik pasca pengunduran diri Menteri Kesehatan Aurelien Rousseau, dimana ini sebagai bentuk protes terhadap Presiden Emmanuel Macron yang mengesahkan undang-undang imigrasi terbaru.
Beberapa menteri Prancis lainnya disebut-sebut akan mengikuti jejak Rousseau, meski belum ada kepastian. Perdana Menteri Élisabeth Borne juga tidak menerima pengunduran diri Rousseau.
Undang-undang imigrasi ini mungkin mengandung banyak kebijakan keras terhadap imigran di Prancis. Salah satu bagian penting dari RUU tersebut adalah pengetatan jaminan sosial dan kesejahteraan bagi warga negara asing.
Sesuai aturan baru, jaminan sosial baru bisa diberikan kepada orang asing yang tinggal di Prancis selama lima tahun atau 30 bulan hingga mereka yang bekerja.
Undang-undang tersebut juga memperketat peraturan bagi pelajar asing, menetapkan kuota imigrasi, dan mempersulit anak-anak asing yang lahir di Prancis untuk bersekolah.
Warga negara Perancis dengan kewarganegaraan ganda juga dihukum karena kejahatan berat dan dapat dicabut status kewarganegaraannya. Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengklaim RUU ini akan melindungi warga Prancis dari imigran.
Undang-undang tersebut awalnya dimaksudkan untuk menunjukkan tindakan keras Macron terhadap imigrasi, sehingga Prancis terbuka bagi pekerja asing yang membutuhkan pekerjaan.
Dalam laporan Al Jazeera, Macron bahkan menegaskan bahwa Prancis selalu menerima dan menerima orang asing, terutama pelajar dan pencari suaka. Macron sebenarnya tidak setuju dengan setiap bagian undang-undang tersebut, namun hal ini merupakan hasil kompromi yang diperlukan.
“Kehidupan politik terdiri dari krisis, kesepakatan dan ketidaksepakatan,” kata Macron. Macron berusaha meyakinkan warganya bahwa dia tidak mendukungnya untuk menghentikan kelompok ekstrim kanan, yang mengecewakan para pemilih.
Dalam pemungutan suara yang digelar di Parlemen pada Selasa (21 Desember), 349 anggota parlemen mendukung RUU tersebut dan 186 anggota parlemen lainnya menentangnya.
Puluhan organisasi sipil Perancis menentang keras penerapan undang-undang ini. “Ini adalah rancangan undang-undang yang paling regresif dalam 40 tahun terakhir mengenai hak dan kondisi kehidupan orang asing, termasuk mereka yang sudah lama tinggal di Prancis,” kata sekitar 50 LSM, termasuk Federasi Hak Asasi Manusia Prancis.
“Dengan teks yang terinspirasi oleh pamflet RN anti-imigrasi, kita menghadapi perubahan dalam sejarah republik dan nilai-nilai intinya.” kata pemimpin Partai Komunis Prancis Fabien Roussel.
Pascalis Mali/PJ E/7022210101
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: dkylb.com
Artikel Terkait
WNA Jerman Kuasai 34 Sertifikat Tanah di Bali, Sudah Jadi Tersangka!
KPK Ungkap Bank Indonesia Terlibat Korupsi Triliunan Rupiah, Disalurkan ke Seluruh Anggota Komisi XI DPR RI
Bareskrim Polri Tetapkan Eks Pegawai BPOM sebagai Tersangka Kasus Pemerasan dan Gratifikasi
NCW Ungkap Cak Imin Bawa Istri Sejak Timwas Haji 2022